Jumat, 13 Januari 2017

MANAJEMEN DIRI DALAM PEMBELAJARAN




A.    Pengertian Manajemen Diri
Manajemen diri atau pengaturan diri mengacu pada proses yang digunakan siswa untuk memfokuskan pikiran, perasaan, dan tindakan secara sistematis pada pencapaian tujuan.[1] Manajmen diri secara umum terdiri dari tiga langkah utama, yaitu menentukan tujuan, memonitor dan mengevaluasi kemajuan, dan memberikan penguatan diri. Apabila tujuan pendidikan adalah untuk menghasilkan orang-orang yang mampu mendidik dirinya maka siswa harus belajar mengatur dirinya dengan menentukan tujuan sendiri, memonitor dan mengevaluasi perilakunya, dan menyediakan penguatan untuk dirinya sendiri.
Dalam kehidupan orang dewasa, penghargaan sering tampak tidak jelas, dan tujuan sering memerlukan waktu lama untuk mencapainya. Hidup dipenuhi tugas-tugas yang perlu diurutkan dalam manajemen diri, agar kegiatan lebih teratur dan pencapaian tujuan bisa diprediksi.[2]
Pengaturan diri bisa timbul dalam berbagai bentuk. Kebanyakan yang dikenal, pengaturan diri yang melibatkan perilaku, ketika seseorang mengatur perilaku mereka untuk membuat diri mereka berfokus pada pencapaian tujuan. Akan tetapi pengaturan diri juga melibatkan variabel kognitif dan variabel yang berpengaruh. Dengan demikian, ketika dilibatkan dalam aktifitas belajar akan bermanfaat bagi siswa untuk menjaga efikasi diri untuk belajar, menyakini hasil yang positif akan timbul, dan menjaga keadaan emosi yang positif. Proses dan strategi pengaturan diri yang ditetapkan siswa memiliki keragaman dalam hal apakah sifatnya umum (diterapkan bagi berbagai jenis pembelajaran) atau khusus (diterapkan hanya bagi jenis pembelajaran tertentu).[3]
Beberapa proses pengaturan diri misalnya pembuatan tujuan dan mengevaluasi kemajuan tujuan, bisa digunakan secara umum. Sementara hal lainnya hanya bisa digunakan pada tugas khusus. Misalnya penerapan rumus kuadrat untuk memecahkan persamaan kuadrat.
Standar dan tujuan yaang kita tetapkan bagi diri kita sendiri , dan cara kita memonitor dan mengevaluasi proses-proses kognitif dan perilaku kita sendiri, dan konsekuensi-konsekuensi yang kita tentukan sendiri untuk setiap kesuksesan dan kegagalan kita semuanya merupakan aspek-aspek pengaturan diri. Jika pemikiran dan tindakan kita berada dibawah control kita, bukan dikontrol orang lain dan kondisi disekitar kita, kita dikatakan merupakan individu yang mengatur diri. Idealnya, pembelajar seharusnya menjadi semakin mampu mengatur diri seiring semakin dewasanya mereka.[4]
B.     Manajemen Diri dalam Berbagai Teori Pembelajaran
1.      Teori Behavior
Pendekatan perilaku beranjak dari asumsi bahwa pada dasarnya tingkah laku  adalah respon atau stimulus yang muncul. Secara sederhana tingkah laku manusia dapat digambarkan dalam model S-R atau kaitannya stimulus dan respon. Ini berarti bahwa tingkah laku itu bersifat reflek, bahkan ada kalanya dimaknai tanpa kerja mental sama sekali.[5]
 Ketika kita berperilaku dalam cara tertentu dan bagaimana lingkungan kita bereaksi memberi penguatan pada beberapa perilaku dan menghukum atau mencegah perilaku yang lain kita mulai membedakan antara respons yang di inginkan dan respons yang tidak diinginkan. Ketika kita mengembangkan suatu pemahaman mengenahi respon-respon mana yang sesuai dan yang mana tidak sesuai bagi diri kita sendiri, itu berarti kita semakin mengontrol dan memonitor perilaku kita sendiri.[6] Dengan kata lain, ketika kita mampu mengatur perilaku sesuai dengan respon yang kita dapat, kita sudah terlibat dalam perilaku yang diatur sendiri atau melakukan kegiatan manajemen diri.
Dari sudut pandang teori perilaku, pengaturan diri melibatkan pilihan diantara perilaku yang berbeda dan membandingkan pelaksanaan dalam hal pelaksanaan yang ditunda. Orang-orang mengatur perilakunya dengan memutuskan perilaku mana yang akan diatur. Mereka kemudian membangun stimulus pembeda ketika muncul, memberikan pengajaran sendiri ketika dibutuhkan, dan mengawasi kinerja mereka untuk menentukan apakah perilaku yang diinginkan terjadi. Tiga sub proses kunci manajemen diri dalam teori behavioral adalah:
a.       Self monitoring (pemantauan diri)
Pemantauan diri mengacu pada penekanan perhatian pada beberapa aspek perilaku seseorang dan sering dipadukan dengan pencatatan frekuensi atau intensitasnya. Orang-orang tidak bisa mengatur tindakan mereka jika mereka tidak sadar dengan apa yang mereka lakukan. Ketika menulis makalah, siswa secara berkala menilai pekerjaan mereka untuk menentukan apakah makalah tersebut menyatakan ide yang  penting, apakah mereka bisa mnyelesaikannya tepat waktu, apakah makalah itu akan terlalu panjang atau terlalu pendek. Kita bisa melakukan pemantauan diri dalam beragam area tersebut sebagai keahlian motorik, seni, dan perilaku sosial.
Ada dua kriteria dalam pemantauan diri, yaitu reguler dan ambang batas. Reguler berarti mengawasi perilaku pada dasar yan berkelanjutan ketimbang melaksanakannya sesekali. Ambang batas berarti perilaku diawasi dengan ketat sesuai dengan saat terjadinya perilaku ketimbang mencatatnya setelah beberapa lama.[7]  
b.      Self intruction (pengajaran diri)
Pengajaran diri mengacu pada pembuatan stimulus pembeda yang mengatur kemunculan respons pengaturan diri yang membawa pada pelaksanaan. Satu jenis pengajaran diri melibatkan penyusunan lingkungan untuk menghasilkan stimulus yang berbeda. Siswa yang menyadari bahwa mereka harus mengkaji catatan kelas dihari berikutnya akan menulis pengingat untuk diri mereka sebelum tidur. Pengingat yang ditulis itu berfungsi sebagai petunjuk untuk mengkaji, yang menjadikannya sebagai pelaksana. Jenis lain pengajaran diri berbentuk pernyataan yang berfungsi sebagai stimulus pembeda untuk membimbing perilaku.
c.       Self reinforcement (pendesak diri)
Pendesak diri mengacu pada proses dimana seseorang memaksa dirinya tergantung pada kinerja respons yang diinginkan, yang meningkatkan kecenderungan pada respons di masa mendatang.[8] Banyak penelitian menunjukan bahwa desakan meningkatkan kinerja akademik, tetapi tidaklah jelas apakah desakan akan leebih efektif daripada desakan eksternal.
2.      Teori kognitif sosial
Teori kognitif sosial yang dikemukakan oleh Albert Bandura, berpandangan bahwa individu dalam mengembangkan tingkah laku positif dilakukan dengan meniru tingkah laku yang diterima masyarakat. Demikian juga tingkah laku negatif juga dapat berkembang dengan meniru tingkah laku yang tidak diterim masyarakat.[9] Bandura menjelaskan bahwa karakteristik lainnya dari teori kognitif sosial adalah peran utama yang diberikannya pada fugnsi-fungsi pengaturan diri.
Dari sudut pandang sosial kognitif, pengaturan diri membutuhkan pilihan siswa. Hal ini tidak berarti siswa selalu mengambil keuntungan dari pilihan yang ada. Penerapan awal prinsip teori kognitif sosial pada pengaturan diri tercakup pada tiga subproses  berikut:[10]
a.       Observasi diri
Observasi diri melibatkan penilaian aspek yang diobservasi dalam perilaku seseorang melawan standar dan bereaksi secara positif atau negatif. Proses ini juga tidak berlangsung terpisah dari lingkungan. Siswa yang menilai bahwa kemajuan belajar mereka tidaklah cukup, bisa bereaksi dengan meminta bantuan dari guru, yang mengubah lingkungannya.
b.      Penilaian diri
Penilaian diri berarti membandingkan tingkat kinerja terkini dengan tujuan. Penilaian diri tergantung pada jenis standar evaluasi diri yang digunakan, sifat-sifat tujuan, pentingnya pencapaian tujuan, dan atribusi. Penilaian diri mencermikan pentingnya pencapaian tujuan. Ketika seseorang tidak terlalu memerdulikan kinerja mereka, mereka tidak bisa menilai kinerja mereka atau menggerakkan usaha untuk mengembangkannya. Orang-orang menilai kemajuan mereka dalam belajar atas tujuan yang mereka hargai.
c.       Reaksi diri
Reaksi diri pada kemajuan tujuan dapat memotivasi perilaku. Keyakinan bahwa seseorang sedang menunjukan kemajuan, bersama dengan kepuasan yang diperkirakan dalam penyelesaian tujuan, memperkuat efikasi diri dan mempertahankan motivasi. Teori kognitif sosial mendalilkan bahwa konsekuensi dari perilaku akan memperkuat motivasi ketimbang konsekuensi sebnarnya. Nilai diberikan di akhir kelas, tetapi siswa bisanya membuat subtujun untuk mnyelesaika pekerjaan mereka dan memberi ganjaran dan menghukum diri mereka terkait dengan hal tersebut.
Ahli teori kognitif sosial menyatakan bahwa sistem pengaturan diri bersifat terbuka, tujuan dan aktifitas strategi berubah berdasarkan umpan balik evaluasi. Kemajuan tujuan dan pencapaian meningkatkan efikasi diri siswa dan bisa membawa pada pengadopsian tujuan baru dan lebih sulit.
3.      Teori pengolahan informasi
Teori pengolahan informasi melihat pembelajaran sebagai pengkodean informasi dalam LTM. Siswa mengaktifkan bagian-bagian yang terkait denagn LTM dan menghubungkan pengetahuan barudengan informasi yang telah ada dalam working memory. Informasi yang terusun dan bermakna lebih mudah diintegrasikan dengan ngetahuan yang sudah ada dan akan lebih mudah diingat.[11]
Metode dalam pembelajaran pengaturan diri merupakan prosedur atau teknik khusus yang tercakup dalam strategi pencapaian tujuan. Semua metode tidak selalu sesuai bagi semua jenis tugas. Pelatihan akan menjadi metode yang dipilih ketika seseorang harus mengingat fakta sederhana, tetapi penyusunan akan sesuai bagi pemahaman. Berbagai metode yang berbeda adalah sebagai berikut:
a.       Pelatihan. Yang termasuk dalam metode pelatihan adalah mnulangi informasi, menggarisbawahi, dan membuat bentuk-bentuk ringkasan.
b.      Elaborasi. Yang termasuk dalam prosedur elaborasi adalah imajinasi, hafalan, bertanya, dan mencatat dengan menambahkan sesuatu untuk membuat pembelajaran lebih bermakna.
c.       Penyusunan. Teknik penyusunan mencakup menghafal, penglomokan, pembuatan kerangka, dan pemetaan.
d.      Memantau pemahaman. Memantau pemahaman membantu siswa menentukan apakah mereka sudah tepat menerapkan pengetahuan deklaratif dan prosedural pada materi yang dipelajari, mengevaluasi apakah mereka memahami materi, memutuskan apakah strategi yang lebih baik dibuthkan, dan mengetahui mengapa penggunaan strategi akan meningkatkan pemblajaran.
e.       Teknik afektif. Metode ini mmbantu kita dalam mengatasi kecemasan, mengembangkan kenyakinan positif, pembuatan tujuan, membangun waktu reguler dan tempat untuk belajar, dan memnimalisir gangguan.[12]
4.      Teori konstruktivis
Salah satu yang terkenal berkaitan dengan tori belajar konstruktivisme adalah teori perkembangan mental Piaget. Teori bisa disebut teori perkembangan intelektual atau teori perkembangan kognitif. Teori belajar tersebut berkenaan dngan kesiapan anak untuk belajar, yang dikemas dalam tahap perkembangan intelektual dari lahir hingga dewasa.[13]
Penelitian kontruktivis telah membahas pengaturan diri yang terlibat sebagai bakat alamiah sehingga pakar-pakar konstruktivis terkemuka mengasumsikan bahwa siswa menyusun pengetahuan dan cara untuk mendapatkan dan menerapkannya.  Dua poin kunci yang mendasari asumsi ini adalah bahwa pengaruh sosiokultural merupakan hal penting sehingga orang-orang membentuk teori implisit mengenahi diri mereka, orang lain, dan bagaimana mengelola tuntutan.
a.       Pengaruh-pengaruh sosiokultural
Vygotsky menyakini bahwa orang-orang dan lingkungan budaya mereka berperan dalam sistem interaksi sosial. Dia menyakini bahwa orang-orang dapat mengendalikan tindakan mereka. Mekanisme utama yang memengaruhi pengaturan diri adalah bahasa dan zone of proximal development (ZPD).
Pengaturan diri juga tergantung pada kesadaran siswa pada perilaku yang diterima dalam pergaulan sosial. Maka tindakan tergantung pada konteks dan alat yng digunakan untuk menjelaskan tindakan. Melalui interaksi dengan orang dewasa dngan ZPD, anak melakukan transisi dari perilaku yang diatur oleh orang lain menuju perilaku yang diatur oleh diri mereka sendiri.  
b.      Teori-teori implisit
Teori implisit merupakan fitur yang melekat pada pertimbangan pakar konstruktivis dalam pembelajaran, kognisi, dan motivasi. Siswa juga menyusun teori mengenai pembelajaran pengaturan diri. Teori tersebut hadir bersama dengan teori menganai orang lain dan dunia mereka, jadi teori pembelajaran pengaturan diri sangat konstektual.
Jenis utama teori implisit melibatkan keyakinan anak mengenahi kmampuan akademik mereka. Anak yang mengalami masalah dalam pembelajaran dan yangmenyakini bahwa masalah tersebut mencerminkan kemampuan yang buruk cenderung menunjukan motivasi yang rendah untuk berhasil. Keyakinan bahwa usaha menghasilkan keberhasilan dan belajar menghasilkan kemampuan yang lbih tinggi terkait positif dengan pengaturan diri yang efektif.[14]
C.     Hubungan Antara Motivasi dan Manajemen Diri
Motivasi terkait erat dengan pengaturan diri. Orang-orang termotivasi untuk mencapai tujuan yang dilaksanakan dalam aktifitas pengaturan diri yang mereka yakin akan membantu mereka, misalnya menyusun dan melatih materi, mengawasi kemajuan pembelajaran dan menyesuaikan strategi. Pada gilirannya pengaturan diri meningkatkan pembelajaran, dan persepsi atas kompetensi  yang lebih besar yang mempertahankan motivasi dan pengaturan diri untuk mencapai tujuan baru.
Dalam penelitian yang dilakukan oleh Wolters, peneliti menentukan bagaimana beragam strategi dirancang untuk menjaga motifasi tugas yang optimal, misalnya meneguhkan usaha, keuletan, membuat tugas menjadi menarik terkait denganstrategi pengaturan diri yang digunakan selama pembelajaran, misalnya latihan, elaborasi, perencanaan, pemantauan, penyusunan. Hasilnya menunjukan bahwa motivasi yang mengatur aktifitas yang digunakan siswa memprediksi pengaturan diri mereka. Pengadopsian orientasi tujuan pembelajaran terkait dengan efikasi diri, nilai tugas dan pencapaian diri.[15]
Beberapa aspek pengaturan diri berkaitan dengan motivasi yang menarik perhatian adalah meliputi kemauan, nilai-nilai, skema diri, mencaribantuan.
1.      Kemauan
Kemauan adalah dorongan kehendak yang terarah pada tujuan-tujuan hidup tertentu, dan dikendalikan oleh pertimbangan akal budi. Jadi, pada kemauan itu ada kebijakasanaan akal dan wawasan, disamping juga ada kontrol dan persetujuan dari pusat kepribadian. Maka kemauan lebih tinggi tingkatannya dari pada instink, reflex, automatisme, kebiasaan, nafsu, keinginan, kecenderungan dan hawa nafsu.[16]
Beberapa peneliti mendefinisikan kemauan bagian dari sistem pengaturan diri yang lebih besar yang mencakup motivasi dan proses kognitif lainnya. Kemauan merupakan tindakan untuk menggunakan keinginan. MenurutCorno, kemauan bias dicirikan sebagai sebuah sistem yang dinamis dalam proses pengendalian psikologi yang melindungi konsentrasi dan usaha yang diarahkan menghadapi gangguan personal dan lingkungan, sehingga membantu pembelajaran dan kinerja.
Membedakan dua aspek fungsi kemauan terkait dengan pengaturan diri akan bermanfaat, diantaranya yaitu:
a.       Kendali tindakan
Kendali tindakan berfokus pada memodifikasi kemampuan atau strategi pengatur. Fungsi ini akan mencakup fokus dari berbagai intervensi yang bertujuan memperkuat pengaturan diri.
b.      Gaya kemauan
Gaya kemauan mengacup pada kemauan yang stabil dan berbeda secara individual, berbeda dengan kemampuan dan strategi khusus yang melibatkan kendali tindakan. Gaya kemauan mencakup variable kepribadian yang seharusnya kurang disetujui untuk diubah melalui pengajaran.[17]
2.      Nilai-nilai
Komponen utama dalam motivasi yang terkait dengan pengaturan diri adalah nilai yang dianggap siswa didapatkan dari belajar. Siswa yang tidak menghargai apa yang mereka pelajari tidak termotivasi untuk mengembangkan atau melatih pengaturan diri atas aktivitas mereka.

3.      Skema diri
Skema diri merupakan perwujudan kognitif dari tujuan, aspirasi, motivasi, ketakutan, dan ancaman yang terus ada. Skema diri secara esensial merupakan konsep diri kita dalam situasi yang berbeda atau apa yang akan kita hadapi. Pentingnya skema diri adalah hal itu diasumsikan menghubungkan kaitan antara situasi dan perilaku. Seseorang bertindak sebagian berdasarkan pada persepsi mereka terhadap diri mereka.
Skema diri biasanya memberikan kaitan antara motivasi dan strategi yang digunakan. Jika seseorang memiliki ide mengenai apa yang biasa mereka capai dan apa yang biasa mereka lakukan, maka diri yang memungkinkan bisa berperan sebagai pembimbing untuk tindakan dan berisi strategi yang akan diterapkan. Diri yang memungkinkan bisa memainkan peranan penting dalam pengaturan diri karena gagasan mengenai apa yang bisa dicapai seseorang meneguhkan penggunaan strategi  pengaturan diri.[18]
4.      Mencari bantuan
Mencari bantuan merupakan satu cara untuk mengatur lingkungan sosial untuk membantu pembelajaran siswa yang menguasai pengaturan diri cenderung meminta bantuan ketika mereka menghadapi tugas yang sulit dan memahami kebutuhan akan bantuan. Penelitian menunjukan bahwa pola motivasi yang berbeda bias menimbulkan beragam bentuk pencarian bantuan. Dari sudut pengaturan diri, jenis yang paling adaptif dalam pencarian bantuan adalah dengan memberikan umpan balik pada pembelajaran dan kemajuan. Guru bisa bekerja sama dengan siswa untuk mendorong pencarian bantuan siswa ketika bantuan tersebut akan membantu mengembangkan kemampuan akademik mereka.[19]

D.    Aplikasi Manajemen Diri dalam Pengajaran
Siswa dapat diajari memantau dan mengatur perilakunya sendiri. Strategi pembelajaran pengaturan diri seperti ini sering disebut pengubahan perilaku kognisi. Manning mengajarkan pernyataan diri sendiri kepada siswa kelas tiga yang suka mengganggu untuk membantu mereka mengingat perilaku yang pantas dan memperkuat perilaku tersebut bagi diri sendiri. Sebagai contoh, untuk mengangkat tangan dengan tepat, siswa diajari mengatakan pada diri sendiri pada saat mengangkat tangan, “jika saya meneriakan jawaban, orang lain akanterganggu. Saya akan mengangkat tangan saya dan menunggu giliran saya. Bagus untuk saya, lihat saya bias menunggu”.
Dorongan pembelajaran pengaturan diri merupakan sarana mengajari siswa berfikir tentang pemikiran mereka sendiri. Strategi pembelajaran pengaturan diri tidak hanya terbukti meningkatkan kinerja dalam tugas yang diajarkan kepada siswa, tetapi juga telah digeneralisasi ke tugas lain.[20]
Beberapa petunjuk dalam pelaksanaan program manajemen diri adalah sebagai berikut:[21]
1.      Memperkenalkan sistem secara positif
Contoh:
a.       Berikan penekanan kepada sistem secara positif.
b.      Pertimbangkan untuk memulai  program secara sukarela.
c.       Jelaskan bagaimana anda menggunakan program manajemen diri untuk diri anda.
2.      Bantu siswa belajar menetapkan tujuan
Contoh 1:
a.       Monitor tujuan sesering mungkin pada awal kegiatan, dan tentukan standar tinggi yang masuk akal.
b.      Buat pengumuman tujuan dengan menyuruh siswa menyampaikan tujuannya kepada guru dan kepada teman-temannya tentang apa yang ingin dicapai.
c.       Siapkan cara agar siswa dapat mencatat dan mengevaluasi kemajuannya.
Contoh 2:
a.       Bagi pekerjaan menjadi langkah-langkah yang mudah diukur.
b.      Siapkan model dari pekerjaan yang baik dimana keputusan lebih sulit, seperti menulis kreatif.
c.       Berikan siswa form pencatatan untuk mencatat kemajuan.
d.      Cek akurasi catatan siswa dari waktu ke waktu, dan dorong siswa untuk mengembangkan bentuk penguatan diri.
Prinsip pengaturan diri memiliki manfaat dalam aplikasi pengajaran. Aplikasi yang paling efektif adalah aplikasi dimana pengaturan diri digabungkan dengan pengajaran pembelajaran akademik. Tiga area yang diterapkan ialah akademik, penulisan, dan matematika.[22]
1.      Pembelajaran akademik
Banyak siswa memiliki masalah dalam belajar, dan banyak penelitian telah meneliti pembelajaran pengaturan diri siswa selama pembelajaran akademik. Ada materi yang diterbitkan yang membantu siswa mengembangkan kebiasaan belajar yang lebih baik, begitu pula dengan mempelajari mata pelajaran secara efektif yang menggabungkan konten akademik. Penelitian menunjukan bahwa pembelajaran akademik mendapat manfaat dari pengajaran strategi dan pengelolaan waktu.
2.      Keterampilan menulis
Seperti bentuk lain pembelajaran, perkembangan kemampuan menulis dipengaruhi oleh motivasi dan pengaturan diri. Bruning dan Horn mencirikan perkembangan ini sebagai proses pemecahan masalah yang sangat cair yang membutuhkan pemantauan terus menerus pada kemajuan terhadap tujuan tugas. Modelkognitif penulisan menggabungkan komponen-komponen pengaturan diri. Siswa merupakan orang yang memproses informasi secara aktif yang menggunakan strategi kognitif dan metakognisi selama penulisan. Pembuatan tujuan dan pemantauan pada kemajuan tujuan merupakan hal kunci dalam proses pengaturan diri.
Penulisan adalah tugas yang berat dan membutuhkan kendali perhatian, pemantauan diri, dan kendali kemauan. Graham dan Haris menyatakan bahwa pengaturan diri memengaruhi penulisan dengan dua cara. Satu, proses pengaturan diri memberikan blok-blok bangunan yang disusun untuk menyelesaikan tugas menulis. Cara kedua, proses ini dapat membawa pada penyesuaian strategis dalam menulis dan pengaruh jangka panjang. Mengajari siswa kemampuan diri dalam konteks tugas menulis menghasilkan pencapaian dan motivasi yang lebih tinggi.
3.      Keterampilan matematika
Mempelajari matematika dapat diperkuat dengan mengajarkan strategi yang efektif pada siswa. Pendekatan ini diikuti dalam model perkembangan strategi pengaturan diri. Strategi pengaturan diri  mencakup pembuatan tujuan untuk sesi individual dan pemantauan serta pengukuran kemajuan terhadap pencapaian tujuan. Strategi umum ini dilengkapi dengan strategi khusus yang digunakan untuk menjawab soal. Dibandingkan dengan pengajaran-pengajaran reguler, pengajaran pengaturan diri meningkatkan kinerja siswa dan mentrasfer kemampuan.


[1] Dale H. Schunk, Learning Theories and Educational Perspective, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2012), hlm. 545.
[2] Hamzah B. Uno, Orientasi Baru Dalam..., hlm. 211.
[3] Dale H. Schunk, Learning Theories..., hlm. 545.
[4]Jeanne Ellis Ormrod, Psikologi Pendidikan, Membantu Siswa Tumbuh dan Berkembang, (Jakarta: Erlangga, 2008), hlm. 30
[5] Sudarwan Danim dan Khairil, Psikologi Pendidikan (Dalam Perspektif Baru), (Bandung: Alfabeta, 2010), hlm. 54.
[6] Jeanne Ellis Ormrod, Psikologi Pendidikan...,hlm. 30.
[7] Dale H. Schunk, Learning Theories..., hlm. 549.
[8] Dale H. Schunk, Learning Theories..., hlm. 550-551.
[9] Mohammad Asriri, Psikologi Pembelajaran, (Bandung: Wacana Prima, 2008), hlm. 23.
[10] Dale H. Schunk, Learning Theories..., hlm. 554-559.
[11] Dale H. Schunk, Learning Theories..., hlm. 565.
[12] Dale H. Schunk, Learning Theories..., hlm. 569-577.
[13] Makmun Khairani, Psikologi Belajar, (Yogyakarta: Aswaja Pressindo, 2014), hlm. 75.
[14] Dale H. Schunk, Learning Theories..., hlm. 580-583.
[15]Dale H. Schunk, Learning Theories..., hlm. 585.
[16]Abu Ahmadi, Pskologi Umum, (Jakarta: Rineka Cipta, 2003), hlm.137.
[17]Dale H. Schunk, Learning Theories..., hlm. 586.
[18]Dale H. Schunk, Learning Theories..., Hlm. 589.
[19]Dale H. Schunk, Learning Theories..., Hlm. 590.
[20]Robert E. Slavin, Psikologi Pendidikan, Teori dan Praktik, (Jakarta: Indeks, 2011), hlm. 206.
[21]Hamzah B. Uno, Orientasi Baru Dalam...,hlm. 218.
[22] Dale H. Schunk, Learning Theories..., hlm. 591.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar