Selasa, 09 Januari 2018

KRITERIA ASSESMEN (PAN, PAP, KKM)



A.    PENDAHULUAN
Penilaian adalah bagian yang sangat penting dalam proses evaluasi. Penilaian hasil peserta didik yang dilakukan oleh guru selain memantau proses kemajuan siswa juga sekaligus umpan balik kepada guru agar dapat menyempurnakan perencanaan dan rposes program pembelajaran. dalam mengevaluasi jugaharus memperhatikan cara dan menskor kemampuan siswa. Untuk meminimumkan faktor subjektifitas dan memaksimalkan faktor keadilan dalam menilai atau menskor kemampuan keterampilan siswa biasanya guru yang menilai atau menskor jumlahnya lebih dari satu guru sehingga diharapkan hasil penilaian mereka menjadi lebih valid.[1]
Melalui praktik penilaian kelas, sekolah jadi mampu memahami dan mengajukan pembelajaran serta meningkatkan kemampuan mereka untuk membantu siswa menjadi pembelajar yang lebih efektif, terarah, dan mampu menilai kemampuan diri sendiri. Sederhananya, tujuan utama penilaian kelas adalah memperkuat guru dan siswa dalam memperbaiki kualitas pembelajaran dalam kelas.[2] Namun jika proses penilaian yang dilakukan asal-asalan dan tanpa arah yang jelas, maka pada akhirnya akan menghasilkan informasi tentang hasil pembelajaran yang tidak akurat dan tidak sesuai dengan apa yang ada dilapangan.
Oleh karena itu adanya acuan dalam penilaian mutlak harus ada. Keberadaan acuan dalam penilaian ini akan menjadi pembahasan dalam makalah ini. Adanya penilaian acuan patokan ini guru dan siswa dapat mengetahui tingkat penguasaan materi yang telah diajarkan dan dipahami oleh siswa, setelah proses pembelajaran itu berlangsung selama kurun waktu tertentu.


B.     RUMUSAN MASALAH
1.      Apakah yang dimaksud PAN dalam assesmen hasil pembelajaran?
2.      Apakah yang dimaksud PAP dalam assesmen hasil pembelajaran?
3.      Apakah yang dimaksud KKM dalam assesmen hasil pembelajaran?
C.    PEMBAHASAN
1.      Penilaian Acuan Norma (PAN)
PAN adalah penilaian yang membandingkan hasil belajar siswa dengan terhadap hasil dalam kelompoknya. Pendekatan ini dapat dikatakan sebagai pendekatan “apa adanya”, dalam arti bahwa patokan pembanding semata-mata diambil dari kenyataan-kenyataan yang diperoleh pada saat pengukuran itu berlangsung.[3] Menurut Eko Putro Widoyoko dalam bukunya “penilaian hasil pembelajaran di sekolah”, menjelaskan bahwa PAN merupakan penilaian yang dalam menginterpretasikan hasil pengukuran dengan cara membandingkan hasil belajar siswa dengan hasil elajar siswa lain dalam kelompoknya. Hasil tes seorang siswa dibandingkan dengan siswa lain dalam kelompoknya, sehingga dapat diketahui posisi seorang siswa dalam kelompoknya. Artinya, penentuan skor mengacu pada perolehan skor dikelompoknya itu sebagai patokan.[4]
Skor penilaian acuan norma disebut dengan “skor persentil”. Kedudukan siswa dalam kelompok bersifat relatif karena patokan (standar) dalam penilaiannya juga bersifat relatif yaitu rerata skor kelompok. Ujiian dengan soal yang sama bisa menghasilkan rerata skor yang berbeda-beda untuk kelas yang berbeda, sehingga standar penilaiannya juga berbeda. Skor dalam penilaian acuan norma tingkat menunjukan tingkat penguasaan ketrampilan maupun pengetahuan yang dinilai.
Pendekatan penilaian acuan norma disebut juga dengan “pendekatan faktual” atau apa adanya. Dengan kata lain standar penilaiannya bersifat faktual, yaitu fakta yang diperoleh kelompok siswa yang dinilai. Penilaian ini sama sekali tidak dikaitkan dengan ukuran-ukuran atau patokan-patokan yang terletak diluar hasil-hasil pengukuran sekelompok siswa.[5]   Misalnya, pada saat ulangan akhir semester mata pelajaran IPA kelas V diujikan 50 butir soal dan hasil penskoran untuk 10 siswa dikelas tersebut adalah sebagai berikut:
Hasil UAS Mapel IPA
No.
Nama
Skor
1
Putri anggita
35
2
Lina
34
3
Bambang
32
4
Diar
30
5
Andi
29
6
Belinda
27
7
Ani puspa
24
8
Ahmidati
21
9
Emy
20
10
Imam
17

Skor-skor dalam tabel di atas merupakan skor faktual, yaitu skor yang nyata-nyata diperoleh siswa. Berdasarkan tabel di atas dapat diketahui bahwa skor tertinggi secara faktual adalah 35 dan skor terendah adalah 17. Jika menggunakan penilaian acuan norma (PAN) maka peserta ujian yang mendapat skor tertinggi (35)  akan mendapat skor/nilai akhir tertinggi misalnya, 4, 5, 10, atau 100, tergantung skala penilaian yang digunakan. Pemberian skor didasarkan pada kenyataan (fakta) pencapaian hasil belajar kelompoknya.
Untuk mengubah skor mentah menjadi skor akhir dapat dihitung dengan rumus berikut:


 Keterangan:
SA = Skor Akhir Peserta Tes
PS = Perolehan Skor
ST = Skor Tertinggi Faktual
SP = Skala Penilaian
Berdasarkan rumus tersebut dapat ditentukan nilai atau skor akhir menggunakan skala 10 dan 5 adalah sebagai berikut:
1.      Putri, skala 10 =  x 10 = 10
        Skala 5 =  x 5 = 5
2.      Diar, skala 10 =  x 10 = 8,6
        Skala 5 =  x 5 = 4,3
Dengan cara yang sama dapat dihitung skor akhir siswa yang lain. Secara lengkap perolehan skor akhir siswa dalam skala 10 da skala 5 adalah.

Konversi Skor Mentah Menjadi Skor Akhir Dengan PAN
No.
Nama siswa
Skor mentah
Skor akhir
Skala 10
Skala 5
1
Putri anggita
35
10,0
5,0
2
Lina
34
9,7
4,9
3
Bambang
32
9,1
4,6
4
Diar
30
8,6
4,3
5
Andi
29
8,3
4,1
6
Belinda
27
7,7
3,9
7
Ani puspa
24
6,9
3,4
8
Ahmidati
21
6,0
3,0
9
Emy
20
5,7
2,9
10
Imam
17
4,9
2,4

Penilaian acuan norma berasumsi bahwa kemampuan orang itu berbeda-beda dan dapat digambarkan menurut distribusi normal. Patokan itu dapat berubah-ubah dari kurva normal ke kurva normal yang lain. Jika hasil ujian siswa dalam satu kelompok umumnya lebih baik dan menghasilkan angka rata-rata yang lebh tinggi, maka patokan menjadi bergeser ke atas (dinaikan). Dengan demikian angka yang sama pada kurva yang berbeda akan mempunyai arti berbeda.[6]
Penilaian acuan norma memiliki kelebihan dan kekurangan. Kelebihannya adalah penentuan skor dilakukan tanpa memandang tingkat kesulitan butir tes secara teliti. Sedangkan kekurannya adalah:
a.       Dianggap kurang adil, karena bagi siswa yang berada dikelas yang memiliki skor yang tinggi, harus berusaha lebih tinggi utnuk mendapat nilai amat baik atau baik.
b.      Membuat terjadinya persaingan yang kurang sehat diantara para siswa, karena pada saat seorang siswa mendapat nilai amat baik akan mengurangi kesempatan siswa yang lain untuk mendapatkannya.[7]
2.      Penilaian Acuan Patokan (PAP)
PAP pada dasarnya berarti penilaian yang membandingkan hasil belajar siswa terhadap suatu patokan yang telah ditetapkan sebelumnya. Pengertian ini menunjukan bahwa  sebelum usaha penilaian dilakukan terlebih dahulu harus ditetapkan patokan yang akan di pakai untuk membandingkan angka-angka hasil pengukuran agar hasil itu mempunyai arti tertentu. Dengan demikian patokan ini tidak di cari ditempat lain dan pula tidak dicari di dalam kelompok hasil pengukuran sebagaimana dilakukan pada PAN.[8]
Penilaian acuan patokan merupakan penilaian yang dalam menafsirkan atau menginterpretasikan skor hasil pengukuran menggunakan patokan (standar) yang tetap. Patokan dalam penilaian acuan kriteria menggunakan skor ideal. Pendekatan penilaian acuan patokan disebut juga dengan “pendekatan ideal” yaitu idealnya siswa mampu menjawab dengan benar semua soal maupun menunjukan penguasaan semua keterampilan yang diujikan.
Melalui penilaian acuan kriteria dapat diketahui apakah siwa telah menguasai atau tidak menguasai keterampilan atau pengetahuan yang dinilai. Interpretasi mnguasai atau tidak menguasai merupakan interpretasi mutlak skor tes siswa. Hasil penilaian acuan patokan akan menggambarkan kemampuan siswa dalam menguasai pengetahuan maupun keterampilan yang diujikan.
Hasil UAS siswa kelas V mata pelajaran IPA sebelumnya, apabila dinilai dengan menggunakan acuan patokan, maka dapat digunakan rumus sebagai berikut:


Keterangan :
SA = Skor Akhir Peserta Tes
PS = Perolehan Skor
ST = Skor Tertinggi ideal
SP = Skala Penilaian
Dalam mata pelajaran tersebut skor tertinggi idealnya adalah 50. Maka berdasarkan rumus tersebut dapat ditentukan nilai akhir dengan skala 10 dan 5 adalah sebagai berikut:
1.      Putri skala 10 =  x 10 = 7,0
        Skala 5 =  x 5 = 3,5
2.      Diar skala 10 =  x 10 = 6,0
        Skala 5 =  x 5 = 3,0
Secara lengkap perolehan skor akhir siswa dalam skala 10 dan skala 5 adalah sebagai berikut.
Konversi Nilai Mentah Menjadi Skor Akhir Dengan PAP
No.
Nama siswa
Skor mentah
Skor akhir
Skala 10
Skala 5
1
Putri anggita
35
7,0
3,5
2
Lina
34
6,8
3,4
3
Bambang
32
6,4
3,2
4
Diar
30
6,0
3,0
5
Andi
29
5,8
2,9
6
Belinda
27
5,4
2,7
7
Ani puspa
24
4,8
2,4
8
Ahmidati
21
4,2
2,1
9
Emy
20
4,0
2,0
10
Imam
17
3,4
1,7

Berdasarkan hasil konversi tersebut dapat diinterpretasikan  bahwa Putri kemampuan penguasaan 70% mata pelajaran IPA yang diujikan, Diar memiliki kemampuan penguasaan 60%. Perbedaan secara lengkap jika menggunakan PAN  dan PAP dalam skala 10 dapat dilihat pada tabel berikut:
Konversi Skor Dengan PAN Dan PAP
No.
Nama siswa
Skor mentah
Skor PAN
Skor PAP
1
Putri anggita
35
10,0
7,0
2
Lina
34
9,7
6,8
3
Bambang
32
9,1
6,4
4
Diar
30
8,6
6,0
5
Andi
29
8,3
5,8
6
Belinda
27
7,7
5,4
7
Ani puspa
24
6,9
4,8
8
Ahmidati
21
6,0
4,2
9
Emy
20
5,7
4,0
10
Imam
17
4,9
3,4

Dengan demikian perbedaan pokok dalam mengoleh skor hasil ujian antara penilaian acuan norma dengan penilaian acuan patokan terletak pada skor pembagi terhadap skor yang diperoleh masing-masing siswa. Pada penilaian acuan norma skor pembaginya adalah adalah skor “tertinggi faktual” yang diperoleh oleh masing-masing kelompok. Sedangkan dalam penilaian acuan patokan skor pembaginya adalah skor “tertinggi ideal” yang bisa di capai dengan instumen yang digunakan.
Penilaian acuan patokan menggunakan asumsi bahwa hampir semua orang bisa belajar apa saja namun waktunya yang berbeda. Konsekuensi penilaian acuan patokan adalah adanya program remidi. Kelemahannya adalah skor hasil tes siswa tergantung pada tingkat kesulitan butir-butir tes yang mereka terima. Artinya apabila instrumen tes memiliki butir soal yang tingkat kesulitannya rendah siswa akan memeroleh skor yang tinggi, sebaliknya apabila butir soal yang diterima memiliki tingkat kesulitan tinggi siswa akan memeroleh skor yang rendah.[9]
3.      KKM
a.       Pengertian KKM
Istilah kriteria dalam penilaian sering juga disebut sebagai tolak ukur atau standar. Kriteria, tolak ukur, standar adalah sesuatu yang digunakan sebagai patokan atau batas minimal untuk sesuatu yang diukur.[10] Dalam peraturan menteri pendidikan naisonal republik indonesia nomor 2 tahun 2007 tentang standar epnilaian pendidikan bab F tentang penilaian oleh satuan pendidikan pasal 1 disebutkan, bahwa dalam menentukan KKM setiap mata pelajaran adalah dengan memerhatikan karakteristik siswa, karakteristik mata pelajaran, dan kondisi satuan pendidikan melalui rapat dewan pendidik.
Menurut Hamzah B. Uno mengatakan bahwa sudut pandang yang digunakan dalam penetapan KKM adalah tingkat kemampuan akademis peserta didik, kompleksitas indikator, dan daya dukung pndidik, serta ketersediaan sarana dan parsarana.[11]
Kriteria ketuntasan minimal ditetapkan oleh satuan pendidikan berdasarkan hasil musyawarah guru mata pelajaran di satuan pendidikan atau beberapa satuan pendidikan yang emiliki karakteristik yang hampir sama.pertimbangan pendidik atau atau forum MGMP secara akademis menjadi pertimbangan utama penetapan KKM. Target ketuntasan secara nasional diharapkan mencapai minimal 75. Satuan pendidikan dapat memulai dari kriteria ketuntasan minimal dibawah target nasional kemudian ditingkatkan secara bertahap.[12]
b.      Fungsi KKM
Kriteria ketuntasan minima memiliki fungsi antara lain:
1)      Sebagai acuan bagi pendidik dalam menilai kompetensi siswa sesuai kompetensi dasar mata pelajaran yang di ikuti. Setiap kompetensi dasar dapat diketahui ketercapaiannya berdasarkan KKM yang ditetapkan.
2)      Sebagai acuan bagi siswa dalam menyiapkan diri mengikuti penilaian mata pelajaran. Setiap kompetensi dasar dan indikator ditetapkan KKM yang harus dicapai dan dikuasai oleh siswa.
3)      Dapat digunakan sebagai bagian dari komponen dalam melakukan evalausi program pembelajaran yang dilasnakan disekolah.
4)      Merupakan kontrak pedagogik antara pendidik dengan siswa dan antara satuan pendidikan dengan masyarakat. Keberhasilan pencapaian KKM merupakan upaya yang harus dilakukan bersama antara pendidik, siswa, pimpinan satuan pendidikan, dan orang tua.
5)      Merupakan target satuan endidikan dlam pencapaian kompetensi tiap mata pelajaran. Satuan pendidikan harus berupaya semaksimal mungkin untuk melampaui KKM yang telah ditetapkan.[13] 
c.       Langkah-langkah penetapan KKM
Penetapan KKM dilakukan oleh guru atau kelompok guru mata pelajaran. Langkah penetapan KKM adalah sebagai berikut:[14]
1)      Guru atau kelompok guru menetapkan KKM matapelajaran dengan mempertimbangkan tiga aspek kriteria, yaitu kompleksitas, daya dukung, dan intake siswa dengan skema sebagai berikut.


























 







2)      Hasil penetapan KKM indikator berlanjut pada KD, SK, hingga KKM mata pelajaran.
3)      Hasil penetapan KKM oleh guru atau kelompok guru mata pelajaran disahkan oleh kepala sekolah untuk dijadikan patokan guru dalam melakukan penilaian.
4)      KKM yang ditetapkan disosialisasikan kepada pihak-pihak yang berkepentingan, yaitu siswa, orang tua, dan dinas pendidikan.
5)      KKM dicantumkan di dalam LHB (laporan hasil belajar) pada saat hasil penilaian dilaporkan kepada orang tua/wali siswa.
d.      Penentuan KKM
Dalam penetapan nilai ketuntasan belajar minimum dilakukan melalui analisis ketuntasan minimum pada setiap indikator, KD, dan SK. Ketuntasan belajar ideal untuk setiap indikator adalah 1-100%, dengan batas minimal ideal minimum 75%. Dalam menetapkan KKM sekolah harus mempertimbangkan kompleksitas, kemampuan rata-rata siswa, dan sumber daya dukung.[15]
1)      Kompleksitas
Tingkat kompleksitas (kesulitan dan kerumitan) setiap indikator, kompetensi dasar, dan standar kompetensi yang harus dicapai oleh siswa. Kompleksitas merupakan tingkat kesulitan materi pada tiap indikator, kompetensi dasar maupun standar kompetensi. Semakin tinggi tingkat kompleksitas maka semakin kecil skor yang di pakai.
2)      Kemampuan rata-rata siswa atau intake siswa
Intak merupakan tingkat kemampuan rata-rata siswa. Penetapan intak siswa SD/MI untuk kelas 2 sampai kelas 6 dapat didasarkan pada hasil raport siswa pada kelas sebelumnya, dan yang paling lengkap adalah daftar nilai. Sedangkan untuk kelas 1, intake siswa dapat ditentukan dengan cara tes awal setelah siswa diterima di sekolah.[16]
3)      Daya dukung
Kemampuan sumber daya pendukung dalam penyelenggaraan pembelajaran pada masing-masing sekolah/madrasah. Semakin tercukupi sumber daya baik yang berupa sumber daya manusia maupun yang lainnya, semakin tinggi tingkat kefektifan pembelajaran. semakin tinggi tingkat ketercukupan dan kesesuaian daya dukung sekolah/madrasah maka semakin mudah mencapai hasil belajar sehingga nilainya sangat tinggi. Semakin rendah daya dukungnya maka semakin sulit untuk mencapai hasil belajar yang ditetapkan sehingga rata-rata nilainya sangat rendah.[17]
Daya dukung atau kemampuan sumber daya pendukung dalam penyelenggaraan pembelajaran pada masing-masing sekolah meliputi:
a)      Sarana dan prasarana pendidian yang sesuai dengan tuntutan kompetensi yang harus dicapai siswa seperti perpustakaan, laboratorium, dll.
b)      Ketersediaan tenaga, managemen sekolah, dan kepedulian stake holder sekolah.
Untuk memudahkan analisis setiap indikator, perlu dibuat skala penilaian yang disepakati oleh guru dalam forum kelompok kerja guru (KKG) maupun musyawarah guru mata pelajaran (MGMP). Ada dua model dalam penetapan KKM, yaitu:[18]
1)      Model A
Model ini menggunakan rentang skor pada setiap kriteria, misalnya:

Aspek yang dianalisis
Kriteria dan Skala Penilaian
Kompleksitas
Tinggi
˂ 65
Sedang
65-79
Rendah
80-100
Daya dukung
Tinggi
80-100
Sedang
65-79
Rendah
˂ 65
Intake siswa
Tinggi
80-100
Sedang
65-79
Rendah
˂ 65

Jika indikator memiliki kriteria: kompleksitas sedang, daya dukung tinggi, dan intake siswa sedang maka nilai KKM-nya adalah rata-rata setiap nilai dari kriteria yang ditentukan.
 = 80
Nilai KKM indikator tersebut = 80



2)      Model B
Model ini memberikan skor pada setiap kriteria yang ditetapkan, misalnya:
Aspek yang dianalisis
Kriteria dan Skala Penilaian
Kompleksitas
Tinggi
1
Sedang
2
Rendah
3
Daya dukung
Tinggi
3
Sedang
2
Rendah
1
Intake siswa
Tinggi
3
Sedang
2
Rendah
1

Jika indikator memiliki kriteria: kompleksitas rendah, daya dukung tinngi, dan intake siswa sedang maka nilainya adalah:
 x 100 = 88,89
Maka skor KKM-nya adalah 89
e.       Analisis KKM
Pencapaian kriteria ketuntasan minimal perlu dianalisis untuk dapat ditindaklanjuti sesuai dengan hasil yang diperoleh. Tindak lanjut diperlukan utnuk melakukan perbaikan dan penyempurnaan dalam pelaksanaan pembelajaran maupun penilaian. Hasil analisis juga dijadikan sebagai bahan pertimbangan penetapan KKM pada semester atau tahun pembelajaran berikutnya.
Analisis pencapaian tujuan kriteria ketuntasan minimal bertujuan untuk mengetahui tingkat ketercapaian KKM yang telah ditetapkan. Setelah selesai melakukan penilaian setia KD harus dilakukan analisis pencaaian KKM. Kegiatan ini dimaksudkan untuk melakukan analisis rata-rata hasil pencapaian belajar siswa terhadap KKM yang telah ditetapkan pada setiap mata pelajaran. Melalui analisis ini akan diperoleh data antara lain:
1)      KD yang dapat dicapai oleh 75% - 100% dari jumlah siswa pada suatu kelas.
2)      KD yang dapat dicapai oleh 50% - 74% dari jumlah siswa pada suatu kelas.
3)      KD yang dapat dicapai oleh ≤ 49% dari jumlah siswa pada suatu kelas.
Manfaat hasil analisis adalah sebagai dasar untuk meningkatkan kriteria ketuntasan minimal pada semester atau tahun pembelajaran berikutnya. Analisis pencapaian kriteria ketuntasan minimal dilakukan berdasarkan hasil pengolahan data perolehan nilai setiap siswa per mata pelajaran. Hasil analisis ditindak lanjuti dengan remidi bagi peserta siswa yang belum tuntas dan pengayaan bagi yang sudah tuntas.[19]

D.    KESIMPULAN
PAN merupakan penilaian yang dalam menginterpretasikan hasil pengukuran dengan cara membandingkan hasil belajar siswa dengan hasil elajar siswa lain dalam kelompoknya. Hasil tes seorang siswa dibandingkan dengan siswa lain dalam kelompoknya, sehingga dapat diketahui posisi seorang siswa dalam kelompoknya. Artinya, penentuan skor mengacu pada perolehan skor dikelompoknya itu sebagai patokan. Untuk mengubah skor mentah menjadi skor akhir dapat dihitung dengan rumus berikut:
PAP merupakan penilaian yang dalam menafsirkan atau menginterpretasikan skor hasil pengukuran menggunakan patokan (standar) yang tetap. Patokan dalam penilaian acuan kriteria menggunakan skor ideal. Pendekatan penilaian acuan patokan disebut juga dengan “pendekatan ideal” yaitu idealnya siswa mampu menjawab dengan benar semua soal maupun menunjukan penguasaan semua keterampilan yang diujikan.
KKM Istilah kriteria dalam penilaian sering juga disebut sebagai tolak ukur atau standar. Kriteria, tolak ukur, standar adalah sesuatu yang digunakan sebagai patokan atau batas minimal untuk sesuatu yang diukur. Sudut pandang yang digunakan dalam penetapan KKM adalah tingkat kemampuan akademis peserta didik, kompleksitas indikator, dan daya dukung pndidik, serta ketersediaan sarana dan parsarana.















DAFTAR PUSTAKA
Arifin, Zaenal. 2009. Evaluasi Pembelajaran, Bandung: Rosdakarya.
Arikunto, Suharsimi. 2002. Dasar-dasar Evaluasi Pendidikan, Jakarta: Bumi Aksara.
------------. 2010. Evaluasi Program Pendidikan: Pedoman Teroitis Praktis bagi Mahasiswa dan Praktisi Pendidikan, Jakarta: Bumi Aksara.
Hamid, Moh. Saleh. 2011. Standar Mutu Penilaian dalam Kelas, Yogyakarta: Diva Press.
Muhaimin. 2009. Pengembangan Model Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) Pada Sekolah/Madrasah, Jakarta: Rajawali Press.
Muslich, Mansur. 2008. KTSP Seri SNP Pembelajaran Berbasis Kompetensi dan Kontekstual, Jakarta: Bumi Aksara.
Ratnawulan, Elis. 2015. .Evaluasi Pembelajaran, Bandung: Pustaka Setia.
Sudjiono, Anas. 2011. Pengantar Evaluasi Pendidikan, Jakarta: Rajawali Press.
Uno, Hamzah B. dan Satria Koni. 2012. Assesment Pembelajaran, Jakarta: Bumi Aksara.
Widoyoko, Eko Putro. 2016. Penilaian Hasil Pembelajaran di Sekolah, Yogyakarta: Pustaka Pelajar.


[1] Suharsimi Arikunto, Dasar-dasar Evaluasi Pendidikan, (Jakarta: Bumi Aksara, 2002), Hlm. 122.
[2] Moh. Saleh Hamid, Standar Mutu Penilaian dalam Kelas, (Yogyakarta: Diva Press, 2011), Hlm. 59.
[3] Anas Sudjiono, Pengantar Evaluasi Pendidikan, (Jakarta: Rajawali Press, 2011), Hlm. 125.
[4] Eko Putro Widoyoko, Penilaian Hasil Pembelajaran di Sekolah, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2016), Hlm. 320.
[5] Eko Putro Widoyoko, Penilaian Hasil Pembelajaran..., Hlm. 321.
[6] Zaenal Arifin, Evaluasi Pembelajaran, (Bandung: Rosdakarya, 2009), Hlm. 233.
[7] Eko Putro Widoyoko, Penilaian Hasil Pembelajaran..., Hlm. 325.
[8] Elis Ratnawulan, Evaluasi Pembelajaran, (Bandung: Pustaka Setia, 2015), Hlm. 242.
[9] Eko Putro Widoyoko, Penilaian Hasil Pembelajaran..., Hlm. 331.
[10] Suharsimi Arikunto, Evaluasi Program Pendidikan: Pedoman Teroitis Praktis bagi Mahasiswa dan Praktisi Pendidikan, (Jakarta: Bumi Aksara, 2010), Hlm. 30.
[11] Hamzah B. Uno dan Satria Koni, Assesment Pembelajaran, (Jakarta: Bumi Aksara, 2012), Hlm. 44.
[12] Eko Putro Widoyoko, Penilaian Hasil Pembelajaran..., Hlm. 340.
[13] Eko Putro Widoyoko, Penilaian Hasil Pembelajaran..., Hlm. 341.
[14] Eko Putro Widoyoko, Penilaian Hasil Pembelajaran..., Hlm. 344.
[15] Mansur Muslich, KTSP Seri SNP Pembelajaran Berbasis Kompetensi dan Kontekstual, (Jakarta: Bumi Aksara, 2008), Hlm. 36.
[16] Eko Putro Widoyoko, Penilaian Hasil Pembelajaran..., Hlm. 348.
[17] Muhaimin, Pengembangan Model Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) Pada Sekolah/Madrasah, (Jakarta: Rajawali Press, 2009), Hlm. 98.
[18] Eko Putro Widoyoko, Penilaian Hasil Pembelajaran..., Hlm. 349.
[19] Eko Putro Widoyoko, Penilaian Hasil Pembelajaran..., Hlm. 353.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar