Jumat, 02 Oktober 2015

hukum merawat jenazah dengan ongkos dan sholat tidak menghadap kiblat dengan tepat

I.       PENDAHULUAN
Islam, agama yang dibawa Nabi Muhammad ini adalah agama yang paling sempurna. Terbukti Islam memberi petunjuk kepada umatnya dalam berbagai kegiatan dan tindakan baik berupa ucapan ataupun perbuatan dalam ibadah, muamalah, pidana, dan perdata. Semua itu ada hukumnya. Walaupun sebagian yang lain belum ada penjelasannya. Namun syri'at Islam sudah menentukan dalil-dalil dan isyarat-isaratnya dalam al-qur'an dan as-sunnah.
Tapi seiring dengan perkembangan zaman yang semakin pesat. Problematika kehidupan manusia pun semakin komplek. Sehingga ada beberapa kejadian yang mungkin secara tekstual belum tersebut dalam Al-Qur'an dan As-Sunnah. Disinilah peran ulama' dan tokoh agama menemukan penyelesaian problematika itu dengan menggunakan pendekatan keagamaan yang bersumber dari Al-Qur'an dan As-Sunnah serta ijtihad.
Sudah menjadi kewajiban kita sebagai pelajar muslim untuk mempelajari ajaran Islam agar dinamis ditengah derasnya arus globalisasi ini. Oleh karena itu pada makalah ini akan dijelaskan mengenai hukum merewat jenazah dengan menggunakan ongkos (Biro Jasa) dan sholat dengan tidak menghadap kiblat secara tidak tepat. Bagaimanakah hukumnya menerut syari'at Islam?

II.    RUMUSAN MASALAH
A. Bagaimanakah hukumnya mengurus jenazah dengan menggunakan ongkos (Biro Jasa)?
B. Banyaknya gempa yang terjadi akhir-akhir ini apakah dapat mengubah arah kiblat?
C. Bagaimanakah hukumnya sholat dengan tudak menghadap kiblat secara tepat?



III. PEMBAHASAN
A. Hukum Merawat Jenazah dengan Menggunakan Ongkos (Biro Jasa)





Artinya:
Maka hawa nafsu Qobil menjadikanya menganggap mudah menbunuh saudaranya. Sebab itu dibunuhnyalah, maka jadilah ia seorang diantara orang-orang yang merugi. Kemudian Allah menyuruh seekor burung gagak menggali-gali di bumi untuk memperlihatkan kepada (Qobil) bagaimana dia menguburkan mayat saudaranya. Berkata Qobil: aduhai celaka aku tidak mampu berbuat seperti burung gagak ini, lalu aku dapat menguburkan mayat saudaraku ini?” karena itu jadilah dia seorang diantara orang-orang yang menyesal. (QS: al-Maidah: 30-31).

           Dari ayat tersebut Allah menerangkan bahwa manusia kadang-kadang belajar dari pengalaman mahluk lain. Karena manusia dalam mengerjakan segala sesuatu berdasarkan usaha dan pengalamannya. Sedangkan pembunuhan ini ini adalah pembunuhan  pertama yang terjadi diantara Bani Adam, maka Qobil tidak tahu, bagaimana cara menyembunyikan mayat saudaranya yang telah terbunuh itu.
Setelah pembunuhan itu Allah mengutus burung gagak ditempat kejadian., lalu burung itu menggali-gali tanah. Maka Qobil yang tadinya bingung bagaimana menyembunyikan mayat saudaranya. Kemudian kebingungan itu hilang dan Qobil mengerti bagaimana menguburkan mayat saudaranya itu.[1]
Maka dari itu umat muslim mempunyai kewajiban yanng berkenaan dengan saudaranya yang meninggal. Adapun kewajiban itu adalah: 1. Memandikan Mayat 2. Mengkafani Mayat 3. Mensholati Mayat 4. Mengubur Mayat
           Tetapi seiring derasnya arus globalisasi juga mempengaruhi pola kehidupan masyarakat muslim. Terutama di kota-kota besar di Indonesia. Mengurus jenazah yang dulunya menjadi fardlu kifayah kini bergeser diwakilkan kepada orang lain (Biro Jasa). Melihat realita tersebut bagaimanakah hukumnya menurut syari'at Islam. Apakah sah jika fardlu kifayah diwakilkan kepada orang lain dengan menggantinya dengan ongkos.
Sehubungan dengan problematika kehidupan masyarakat muslim tersebut, maka dalam terjemah Fathul Mu'in jilid 2 disebutkan:







Artinya:
“adapun untuk ibadah-ibadah yang diwajibkan niat adzan dan iqomah, maka sah menyewa  tenaga atau memburuhkan untuk melakukannya, dan upah disini sebagai imbalan kemanfaatan imbalan semacam efisiensi waktu; Demikian pula merawat jenazah, atau mengajar seluruh atau sebagian Al-qur'an. Walaupun hai ini telah menjadi kewajiban Sang guru. Karena berdasar pada  Hadits Sahih: Sesungguhnya sesuatu yang paling berhak kau ambil upahnya adalah Kitabullah”.[2]

            Jadi merawat jenazah boleh di wakilkan melalui Biro jasa karena merawat jenasah merupakan ibadah yang boleh diwakilkan dan pada prinsipnya setiap ibadah yang diwakilkan itu di perbolehkan pula mengambil upahnya. Asalkan di izinkan oleh pihak keluarga dan tidak memberatkan pihak Shohibul musibah.
            Dari penjelasan yang ada dalam Fathul Mu'in di atas. Maka, dapat diambil kesimpulan bahwa merawat jenazah dengan di wakilkan oleh pihak lain dengan menggunakan ongkos (biro jasa) hukumnya sah, dan kewajiban fardu kifayahnya telah gugur. Begitu juga orang yang merwatnya itu boleh menerima upah dari hal tersebut sebagai wujud terima kasih dan balas jasa.
            B. Banyaknya Gempa Tidak Mengubah Arah Kiblat
        Banyaknya gempa yang terjadi akhir-akhir ini tidak merubah arah kiblat. Adanya isu yang mengabarkan bahwa gempa mengakibatkan arah kilat bergeser tidak perlu di khawatirkan. Hal ini sesuai dengan pernyataan dari Pakar astronomi Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional (LAPAN), Prof Dr Thomas Djamaluddin, membantah pemberitaan bahwa pergeseran lempengan bumi akibat gempa Cile telah menggeser arah kiblat.
        Diakuinya banyak masjid yang arah kiblatnya kurang tepat, namun bukan karena adanya perubahan arah kiblat, tetapi karena penentuan awal sebelum pembangunannya yang tidak akurat.
        Jadi, arah kiblat yang ditetapkan oleh para ulama dan tokoh agama selama ini sudah sesuai dengan kondisi ilmu falaq dan peralatan yang ada."Sekarang ini kemajuan zaman dan ilmu pengetahuan serta canggihnya peralatan, telah memberikan kemudahan bagi manusia untuk menentukan posisi yang tepat mengarah ke arah Ka’bah," ujar Bahrul Hayat.Hal ini bisa di maklumi karena salah satu syarat sahnya shalat adalah menghadap arah kiblat. Arah kiblat memang bisa di sebabkan karena adanya bencana alam, misal gempa bumi. Meski demikian, pengamat astronomi menilai, masyarakat diharap jangan buru-buru merubah arah kiblat.[3] Namun umat Islam jangan buru-buru dulu dalam mengubah arah kiblat apalagi sampai membongkar masjid.
        Dari penjelasan tersebut maka sudah jelas bahwa arah kiblat tidak berubah dengan adanya gempa.

C. Hukum Sholat dengan Tidak Menghadap Kiblat Secara Tepat
Selama melaksanakan sholat harus menghadap kiblat, karena menghadap kiblat merupakan salah satu sarat sah sholat. Hal ini sesuai dengan firman Allah surat al-Baqorah ayat 144:



Artinya:
Hadapkanlah mukamu kearah masjidil haram dimanapun kamu berada  maka hadapkanlah mukamu ke arahnya.[4]

Tidaklah ada perbedaan paham antara kaum muslimin bahwa menghadap,kiblat itu wajib untuk sarat sahnya sholat. Hanya, perbedaan paham tentang apakah wajib dihadapi itu apakah benar-benar menghadap ke ka'bah ('ain ka'bah) ataukah cukup menghadap ke jihad (arah) ka'bah? Dalam hal ini pendapat mereka ad dua macam:
Madzhab Syafi'i dan orang-orang yang sepaham mereka berpendapat: untuk orang yang melihat ka'bah ia benar wajib menghadap ka'bah itu ('ain ka'bah) tetapi orang yang jauh dari ka'bah wajib atasnya menyengaja menghadap 'ain ka'bah, walaupun pada hakikatnya ia hanya menghadap jihad ka'bah. Sedangkan Madzhab Hanafi dan orang-orang yang sepaham dengan mereka, mengemukakan bahwa orang yang mengemukakan bahwa orang yang melihat ka'bah dan memungkinkan menghadap 'ain ka'bah wajib menghadap ka'bah itu sungguh-sungguh, tetapi bagi orang yang jauh cukuplah menghadap ke jihad ka'bah itu saja.[5]
Mengenai hal ini MUI mengeluarkan fatwa tentang arah kiblat.
Fatwa MUI No. 03 Tahun 2010 tentang Kiblat disebutkan, pertama, tentang ketentuan hukum. Dalam kententuan hukum tersebut disebutkan bahwa: (1) Kiblat bagi orang shalat dan dapat melihat ka’bah adalah menghadap ke bangunan Ka’bah (ainul ka’bah). (2) Kiblat bagi orang yang shalat dan tidak dapat melihat Ka’bah adalah arah Ka’bah (jihat al-Ka’bah). (3). Letak georafis Indonesia yang berada di bagian timur Ka’bah/Mekkah, maka kiblat umat Islam Indonesia adalah menghadap kea rah barat.[6]
Berdasarkan pada beberapa pendapat diatas dan penjelasan serta pengesahan fatwa MUI tidak perlu dikhawatirkan lagi mengenai arah kiblat,. Apakah dengan adanya gempa akhir-akhir ini? Dan sah ataukah tidak sholat bjika tidak mengghadap kiblat secara tepat. Kare3na menghadap, “ainul ka'bah bagi orang yang berjauhan dengan ka'bah tidak menjadi sarat tapi cukup menghadap ke arahnya saja. Jadi isu yang mengabarkan bahwa dengan terjadinyagempa yang melanda negeri ini tidak perlu dipermasalahkan. Jika yang dipermasalahkan hanya arah kiblat saja. 

IV. KESIMPULAN
Darii penjelasan diatas maka dapat saya simpulkan sebagai berikut. Merawat jenazah itu merupakan ibadah yang biisa diwakilkan (dengan sarat apabila itu diizinkan oleh keluarganya), maka merawat jenazah dengan cara diwakilkan melalui (biro jasa) dibolehkan karena merupakan ibadah yang boleh diwakilkan dan orang yang merwatnya  boleh ngambil upah karena sebagai wujud penghargaan atas profesionalitasnya.
Yadi, pendapat menurut ahli astronomi dari lembaga antariksa dan penerbangan nasional (LAPAN) dan dari cendekiawan muslim  azyumari azra maka dapat ditarik kesimpulan bahwasannya arah kiblat akan berubah akibat gempa bumi.
Tidak perlu ada kekhawatiran lagi mengenai arah kiblat ”a'inul kiblat” bagi orang yang berjauhan dari kota makkah bukanlah menjadi syarat tetapi cukup arahnya saja sudah memadai. Karena Allah swt tidak memberatkan hambanya dari hal-hal serupa.

V.    PENUTUP
Penulis menyadari bahwa makalah ini jauh dari sempurna. Oleh karena itu penulis sangat mengharapkan kritk dan saran yang membangun dari para pembaca. Dan sebelum penulis menutup makalah ini penulis ingin memohon maaf yang sebesar-besarnya apabila ada yang brkurang dari penyusunan makalah ini.
Akhirnya, segala puji bagi Allah swt yang telah mencurahkan rahmat-Nya dan menerangkan pikiran-pikiran sehingga penulis dapat menyelesaikan makalah ini. Shalawat serata salam semoga selalu tercurah limpahkan kepada nabi Muhammd SAW sebagai rasa terimakasih penulis atas segala petunjuk-Nya. Sebagai penutup penulis sungguh sangat berharap semoga makalah ini ndapat bermanfaat bagi para pembaca.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar