Senin, 28 September 2015

hukum melapisi gigi dan emas, pencuri yang mengidap penyakit kleptomania, mengucapkan kalimat kufur dalam sandiwara

HUKUM MELAPISI GIGI DAN EMAS,
PENCURI YANG MENGIDAP PENYAKIT KLEPTOMANIA, MENGUCAPKAN KALIMAT KUFUR DALAM SANDIWARA

I.           Pendahuluan
Kehidupan kaum muslimin dalam keseluruhan aspeknya telah diatur oleh hukum Islam, yang bersumber pada Al-Qur'an dan operasionalnya diterangkan oleh Rasulallah, dalam penjelasannya al-Qur'an banyak menerangkan hukum-hukum secara ijmal dan lebih bersifat universal dan hanya sebagian kecil dari hukum-hukum secara ijmal dan lebih bersifat universal dan hanya sebagian kecil dari hukum yang dijelaskan secara terperinci, sementara sunnah terbatas pada kasus-kasus yang terjadi pada masa Rasulallah. Lebih dari itu, seiring dengan perubahan yang begitu komplek pada saat ini telah lahir pula sejumlah problem yang belum pernah muncul pada waktu yang lalu sebagai efek bola salju dari perkembangan dan perluasan wilayah ilmu pengetahuan baik secara vertikal atau horizontal, dimana riak dan gejolak perubahan kecil dan besar banyak terjadi dimasyarakat, hingga untuk memecahkan persoalan-persoalan baru tersebut diperlukan adanya ijtihad hukum.
Kajian tentang relevansi hukum inilah yang kemudian akan menjadi permasalahan baru, manakala persoalan-persoalan yang kontemporer muncul pada zaman modern seperti sekarang ini yang belum ditemukan penyelesaiannya.
Seperti halnya makalah ini yang akan membahas tentang hukum melepasi gigi dengan emas, pencuri yang mengidap kleptomania,  mengucapkan kalimat kufur dalam sandiwara kiranya hal itu perlu dibahas dengan lebih detail.


II.        Permasalahan
A.    Hukum melapisi gigi dengan emas
B.     Hukum pencuri yang mengidap penyakit kleptomania
C.     Hukum mengucapkan kalimat kufur dalam sandiwara

III.     Pembahasan
A.    Hukum Melapisi Gigi dengan Emas
Pada dasarnya pemakaian emas tergantung dari kadar dan tujuannya untuk digunakan serta dipakai, dalam melapisi gigi dengan emas menurut pendapat ulama ada yang membolehkan dan ada yang tidak membolehkan.
1.      Ulama yang Membolehkan
Penggunaan emas untuk melapisi gigi dilihat dari tujuannya seperti halnya tempat untuk bercelak apabila tanpa darurat dan tujuannya jelas maka dibolehkan, dan semuanya dilihat dari kadar yang digunakan dalam melapisi gigi tersebut lebih banyak emasnya atau hanya sekedar sebagai pencampur saja jadi gigi yang asli masih utuh, emas sebagai campuran saja. Seperti halnya keterangan dari kitab. Bajuri 'Alal Fathil Qorib:[1]
(ولايجوز) في غير ضرورة لر جل وامرأة (استعمال) شيئ من (أواني الذهب والفضة) وعند الحنفية قول بحواز ظروف القهوة. وإن كان المعتمد عندهم الحرمة. فينبفي لمن ابتلي بشيئ من ذلك كما يقع كثيرا تقليد ما تقدم ليتخلص من الحرمة. (قوله فى غير ضرورة) فإن دعت إلى استعمال ذلك كمر ودبكسرالميم من ذهب أوفضة يكتحل به لجلاء عينه فلا حرمة. (الباجورى على فتع القريب, فصل الأنية)
Dan tidak diperbolehkan diluar keadaan darurat bagi laki-laki dan perempuan memakai bejana dari emas dan perak. Dikalangan mazhab Hanafi terdapat pendapat yang memperbolehkan penggunaan tempat kopi (yang terbuat dari emas dan perak), walaupun pendapat yang lebih banyak dijadikan pedoman (mutamad) dikalangan mereka adalah haram.
Maka bagi mereka yang diuji harus mempergunakan bejana dari emas dan perak tersebut sebagaimana yang banyak terjadi, maka sebaliknya ia harus mengikuti (pendapat mazhab Hanafi) agar terhindar dari haram.
(Maksud tanpa dharurat), jika menggunakan bejana emas dan perak seperti mirwad itu suatu keharusan (dharurat) sebagai alat bercelak, agar mata menjadi terang, maka itu yang tidak dihukumi haram (boleh).
Dalam keterangan lain juga menjelaskan membuat gigi bahkan hidung dari emas apabila diperlukan juga diperbolehkan apalagi melapisi gigi tersebut dengan emas sebagaimana riwayat Tirmidzi dari Arfajah bin As'ad dia berkata:[2] 
أصيب أنفي يوم الكلاب فاتخذت أنبا من ودق فأنتن على فأمرنى التى صلى الله عليه وسلم ان اتخذه أنفا من ذهب
Artinya : "Sesungguhnya hidungku kena musibah pada waktu peristiwa kulab, lalu aku membuat hidung dari perak tetapi hidung dari perak itu menimbulkan bau busuk padaku, maka Nabi Muhammad SAW, memerintahkan kepadaku agar aku membuat hidung dari emas".

Dalam keterangan Tirmidzi dijelaskan
قال الترمذي : روي عن غير واحد من اهل العلم انهم شدوا اسنا نهم با لذهب.
Artinya : "Timirdzi berkata diriwayatkan lebih dari seorang diantara ahli ilmu bahwa mereka menambal dengan melapisi gigi dengan emas".

2.      Ulama yang Tidak Membolehkan
Apabila seseorang melapisi giginya dengan emas maka akan timbul rasa sombong apalagi melapisi gigi depan dengan emas karena Allah tidak menyukai orang yang berlebihan telah berhias dengan berlebihan dan rasanya ingin memamerkan pemanis senyum tersebut, sehingga dengan itu akan timbullah sifat riya' dalam hati tersebut, meskipun Sayyidina Utsman ra menambal giginya dengan emas.[3]
Dengan melapisi gigi dengan emas apabila berniat sekedar pamer dan tidak ada tujuan termasuk orang yang tidak menyukuri nikmat yang telah diberikan Allah.[4]
لَئِنْ شَكَرْتُمْ لَأَزِيدَنَّكُمْ وَلَئِنْ كَفَرْتُمْ إِنَّ عَذَابِي لَشَدِيدٌ
Artinya : "Sesungguhnya jika kamu bersyukur, pasti kami akan menambah nikmat kepadamu, dan jika kamu mengingkari (nikmat-Ku) maka sesungguhnya azab ku sangat pedih". (Surat Ibrahim : 7).

Serta Firmannya
وَمَا آَتَاكُمُ الرَّسُولُ فَخُذُوهُ وَمَا نَهَاكُمْ عَنْهُ فَانْتَهُوا
Artinya : "Apa yang diberikan Rasul kepadamu maka terimalah, dan apa yang dilarang bagimu maka tinggalkanlah". (Al-Hasyr: 7).
Tidak dibolehkannya ulama karena akan dapat merusak gigi dan akan menghabiskan uang dalam mengganti gigi tersebut.
Seperti dalam firman Allah :
وَآَتِ ذَا الْقُرْبَى حَقَّهُ وَالْمِسْكِينَ وَابْنَ السَّبِيلِ وَلَا تُبَذِّرْ تَبْذِيرًا . إِنَّ الْمُبَذِّرِينَ كَانُوا إِخْوَانَ الشَّيَاطِينِ وَكَانَ الشَّيْطَانُ لِرَبِّهِ كَفُورًا
Artinya : "Dan janganlah kamu menghambur-hamburkan (hartamu) secara harus, sesungguhnya pemboros-pemboros itu adalah saudara-saudaranya setan dan setan itu adalah sangat ingkar kepada Tuhannya".[5] (Q.S Al-Isra' : 26 – 27).

B.     Hukum Pencuri Bagi Pengidap Penyakit Kleptomania
1.      Pengertian Kleptomania
Kleptomania berasal dari bahasa Yunani yang terdiri atas 2 kata, yaitu klepto dan mania, klepto berarti mencuri, sedangkan mania berarti kegilaan atau kegemaran yang berlebihan, kleptomania bisa diartikan kegemaran buat nyuri.[6]
Ada beberapa pengertian lain kleptomania adalah kecenderungan yang tidak bisa ditahan buat mencuri, bukan karena tidak bisa membeli akan tetapi adanya kelemahan jiwa. Kleptomania juga merupakan ketidak maupun seseorang untuk menahan dorongannya mengambil sesuatu.
2.      Perbedaan Pencuri dan Kleptomania
Penderita kleptomania tidak bisa disamakan dengan pencuri biasa, karena adanya faktor-faktor yang mempengaruhinya, gangguan utama penyakit ini adalah gangguan penguasaan diri, jadi dalam pengkategorian gangguan jiwa, kleptomania termasuk dalam bagian gangguan penguasaan diri. Artinya seseorang tidak mempunyai kekuasaan/ kemampuan untuk menguasai ini dorongan-dorongan, dari dalam dirinya. Waktu ada hasrat ingin mencuri itu timbul, seseorang tidak dapat mencegahnya orang yang menderita kleptomania itu mencuri bukan karena nilai barangnya, dan belum tentu juga barang itu berguna, kebiasaan yang dilakukan dengan memberikan kepada orang lain juga ada yang disimpan.
Pada penderita kleptomania benda yang dicari biasanya tidak ada hubungannya dengan pemenuhan kebutuhan pribadi yang bersangkutan, bahkan bila diperhatikan nilai materi benda yang di curi juga sangat kurang berharga misalnya : gantungan kunci dan lain-lain. Selain terjadi pencurian penderita mengalami keadaan keterangan emosional tertentu, dan setelah perilaku mencuri akan merasakan penurunan ketegangan dan menjadi rilek.
Seorang pencuri termasuk kriminal dan pelakunya harus masuk penjara karena sudah direncanakan sebelumnya sedangkan kleptomania bukan pencuri akan tetapi suatu penyakit ketidakmampuan mengendalikan dorongan dan ini tidak direncanakan.


3.      Penyebab Kleptomania
Penyebab kleptomania bisa disebabkan karena psikologis, seperti salah pola asuh atau faktor, keturunannya, disebut juga faktor genetik konstitusi psikologi. Faktor pola asuh masa lalu dan pengalaman semuanya bergabung dan memunculkan suatu penyakit proses itu merupakan proses yang kepribadiannya cukup panjang dan muncul saat remaja.[7]
4.      Tinjauan Islam Tentang Kleptomania
Dalam islam kleptomania tidak dikenai hukuman sampai seseorang sembuh, karena hal tersebut termasuk pencurian yang disebabkan karena adanya gangguan jiwa yang diderita seseorang dan itu dilakukan tanpa suatu rencana.
رفع القلم ثلاثة : عن النائم حتى يستيقيظ وعن الصبي يحتليم وعن المجنون حتى يعقل (رواه احمد والدرقطني والنسائي وابن هاجه والحكم عن عائشه)
Artinya : "Diangkat kewajiban dari 3 orang : orang yang tidur sampai bangun, dari anak kecil sampai ia bermimpi, dari orang gila sampai ia sembuh".[8]

Menurut ulama Syafi'iyyah dalam istimbat hukumnya menganggap kleptomania sebagai awarid samawiyah yang menghalangi Ahliyyatul ada' atau kelayakan seseorang dalam bertindak hukum sehingga mengakibatkan hilangnya pertanggungjawaban pidana, pencurian bagi pengidap kleptomania.[9]

Bahwa seorang yang mengidap kleptomania ini akan dihukumi ketika seseorang kleptomania sudah sembuh dari penyakit yang dideritannya dan ini dibutuhkan bantuan dari dokter dan psikiater dalam proses penyembuhannya sehingga menunggu adannya kesembuhan dari orang yang mengidap penyakit tersebut, mengenai hukumnya seperti apa diserahkan kepada pihak yang berwajib dan tidak disamakan dengan tindak pidana yang berat karena sifatnya adannya kelalaian dari si penderita.  

5.      Tinjauan Hukum di Indonesia
Kesalahan adalah adanya keadaan psikhis yang tertentu pada orang yang melakukan perbuatan pidana dan adanya hubungan antara keadaan tersebut dengan perbuatan yang dilakukan yang sedemikian rupa, hingga orang itu dapat dicela karena perbuatan yang dilakukan yang sedemikian rupa, hingga orang itu dapat dicela karena perbuatan tadi. Kemampuan bertanggungjawab ini terdakwa harus sedemikian rupa hingga dapat dikatakan sehat, normal. Hanya terhadap orang-orang yang keadaan jiwanya normal sesuai dengan pola yang telah dianggap baik dalam masyarakat. Sebab keadaan jiwa yang normal tentu fungsinya normal pula. Sebaliknya apabila jiwanya tidak normal fungsinya juga tidak baik, bagi mereka tidak ada gunanya diadakan pertanggungjawaban mereka harus dirawat dan dididik dengan cara yang tepat. Di dalam pasal 44 KUHPidana yang berbunyi: "Barang siapa melakukan perbuatan yang tidak dapat dipertanggungjawabkan kepadanya disebabkan karena jiwanya cacat dalam tumbuhnya, atau terganggu karena penyakit, tidak dapat di pidana".[10] Pengidap kleptomania, dibawah sadarnya mencuri barang milik orang lain, ketidakmampuan bertanggungjawab karena jiwa yang cacat dalam tubuhnya atau terganggu karena penyakit. Sangat sukar untuk membuktikan bahwa seseorang mengidap kleptomania, kecuali kalau ada tanda-tanda yang menunjukkan bahwa terdakwa mungkin jiwanya tidak normal. Dalam hal ini Hakim harus memerintahkan pemeriksaan yang khusus terhadap keadaan jiwa terdakwa tersebut, sekalipun tidak diminta oleh pihak terdakwa, jika hasilnya memang jiwanya tidak normal maka menurut pasal 44 KUHPidana, pidana tidak dapat dijatuhkan untuk menentukan bahwa terdakwa tidak mampu bertanggungjawab tidak cukup ditentukan oleh psychiater dan Hakim.
C.     Hukum Mengucapkan Kalimat Kufur dalam Sandiwara
1.      Definisi Kufur
Al-Kufur artinya menutupi dan lawan daripada arti iman. Sehingga kufru ni'matillah artinya menentang nikmat Allah dan menutup-nutupinya. Dan orang yang kafir ialah orang yang menentang nikmat-nikmat Allah. Sedang orang yang dikafirkan artinya ialah orang yang dianggap lebih besar penentangannya kepada nikmat Allah walaupun dia juga berbuat baik.[11]
Jadi Al-Kufur artinya ialah menutupi dan menentang kebenaran serta mengingkarinya, dan ini adalah jenis kemaksiatan pertama yang disebutkan di dalam Al-Qur'anul Karim. Allah SWT berfirman :
إِنَّ الَّذِينَ كَفَرُوا سَوَاءٌ عَلَيْهِمْ أَأَنْذَرْتَهُمْ أَمْ لَمْ تُنْذِرْهُمْ لَا يُؤْمِنُونَ
Artinya : "Sesungguhnya orang-orang kafir, sama saja bagi mereka, kamu beri peringatan atau tidak kamu beri peringatan, mereka tidak akan beriman". (Al-Baqarah : 6).

Dan kekafiran ini adalah sebesar-besar dosa besar secara mutlak, maka tidak ada lagi dosa besar yang lebih dahsyat daripada kekafiran. Sedangkan kekafiran itu ada dua macam :
a.       Kekafiran yang dapat mengeluarkan pelakunya dari Islam, dan ini adalah Al-Kufur Akbar.
b.      Kekafiran yang dapat mengeluarkan pelakunya dari Islam, dan ini adalah Al-Kufur Asghor atau dengan istilah Duna Kufrin (yakni jenis  kekafiran yang masih di bawah kekafiran yang sebenarnya).
Asy-Syirik, artinya saling ikut serta satu dengan lainnya. Berbuat syirik terhadap Allah, artinya menjadikan bagi Allah sekutu di dalam pemilikan dan peribadatan. Maka syirik di sini ialah engkau menjadikan bagi Allah sekutu padahal ia telah menciptakan kamu. Dan ini adalah sebesar-besar dosa besar yang dapat menghapuskan amalan shaleh, membatalkannya dan menyebabkan seseorang diharamkan mendapatkan pahala dari Allah SWT.
Maka setiap orang yang menanyakan Allah dengan lainnya dalam cinta, ibadah, pengagungan, ketaatan mengikuti langkah-langkahnya, dan dasar pemahamannya yang menyeleweng dari agama Ibrahim, maka dia itu adalah musyrik.
Syirik itu ada tiga macam :
a.       Syirik Akbar, adalah syirik yang mengeluarkan pelakunya dari Islam.
b.      Syirik Asghor, adalah syirik yang tidak mengeluarkan pelakunya dari Islam. Yang tergolong dalam jenis ini ialah riya' yakni melakukan amal shaleh dengan niat agar dilihat oleh orang ramai sehingga mendapatkan pujian atau demi kemuliaan di mata manusia.
Allah SWT berfirman "Barang siapa mengharap perjumpaan dengan Tuhannya, maka hendaklah ia mengerjakan amal yang shaleh dan janganlah ia mempersekutukan seorang pun dalam beribadah kepada Tuhannya". (Al-Kahfi : 110).
من حلف بغير الله فقد كفر أوأشرك (رواه الترمذى عن ابن عمر : 4/110)
Artinya : "Barangsiapa yang bersumpah dengan nama selain Allah, maka sungguh dia telah kafir atau berbuat syirik". (HR. At-Tirmidzi dari Ibnu Umar).

At-Tirmidzi menerangkan, hadits ini ditafsirkan oleh sebagian ulama sebagai ancaman keras (tapi bukan bermakna kafir dalam artian keluar dari Islam) dengan dalil pernyataan Rasulallah SAW, ketika mendengar sumpah Umar, "Demi ayahku, demi ayahku". Maka Rasulallah SAW bersabda :
ألا إن الله ينهاكم أن تحلفوابابائكم (رواه الترمذى وصححه الأ لباتى)
Artinya : "Ketahuilah sesungguhnya Allah melarang kalian untuk bersumpah dengan bapak-bapak kalian". (HR. At-Tirmidzi dan disbabibkan oleh Al-Bani).

c.       Syirik Khofi, yakni syirik yang tersembunyi dan hampir tidak dirasakan oleh pelakunya. Sesungguhnya syirik khofi bila melihat contoh-contoh yang akan diberikan di bawah ini, bisa dimasukkan dalam jenis syirik ashghor. Karena pelakunya tidak mjerasa telah melakukan syirik, maka dianggapnya perbuatan tersebut kecil dan remeh sekali nilai pelanggarannya, padahal lebih besar disisi Allah daripada dosa besar walaupun lebih kecil dari syirik akbar.

2.      Dasar Hukum Sandiwara Karena Tuntutan Skenario
Dalam kitab-kitab kuning kita menemukan beberapa pendapat mengenai masalah ucapan dan perbuatan yang menyebabkan kekufuran dan kemurtadan. Pada garis besarnya ada 2 pendapat.[12]
a.       Pendapat yang keras
Mengatakan bahwa ucapan dan perbuatan (termasuk akting) yang bisa diartikan kufur atau murtad itu bisa dengan sendirinya menyebabkan orang menjadi kafir dan murtad. Sebagaimana firman Allah SWT.
قُلْ أَبِاللَّهِ وَآَيَاتِهِ وَرَسُولِهِ كُنْتُمْ تَسْتَهْزِئُونَ . لَا تَعْتَذِرُوا قَدْ كَفَرْتُمْ بَعْدَ إِيمَانِكُمْ
Artinya : "Katakanlah : apakah dengan Allah, ayat-ayat-Nya dan Rasul-Nya kamu selalu berolok-olok?" Tidak usah kamu minta maaf, karena kamu kafir sesudah beriman. Jika kami memaafkan segolongan kamu (lantaran mereka taubat)". (Q.S. At-Taubah : 65-66).[13]

b.      Sementara pendapat lain yang lebih lunak mengatakan
Bahwa ucapan maupun perbuatan yang tidak disertai niat atau keyakinan maksud hati tidak menyebabkan orang menjadi kafir atau murtad.
Di dalam suatu hadits Nabi SAW bersabda :
عن امير المؤمنين ابى حفص عمربن الخطاب رضي الله عنه قال: سمعت رسول الله صلى الله عليه وسلم يقول : انماالا عمال باالنيات, وانما لكل امرئ مانوى. فمن كانت هجرته لدنيا يصيبهااوامرأة ينكحها فهجرته الى ماهاجراليه (رواه إمام المحدثين أبوعبدالله مححد بن اسماعيل بن إبراهيم بن المغيرة بن بردزية البخارى وأبوالحسين مسلم بن الحجاج بن مسلم القشيرى النيسابورى فى صحيحها الذين همااصح الكتب المصنفة).
Artinya : "Dari Amirul Mukminin, Abu Hafsh, Umar bin Khattab r.a. berkata: Aku mendengar Rasulullah SAW bersabda, "Sesungguhnya diterimanya amal perbuatan itu tergantung pada niatnya, dan sesungguhnya setiap orang akan mendapatkan apa yang ia niatkan. Barangsiapa berhijrah karena Allah dan Rasul-Nya, maka hijrahnya (akan diterima) sebagai hijrah karena Allah dan Rasul-Nya. Dan barangsiapa berhijrah karena dunia yang akan ia peroleh atau wanita yang hendak dinikahinya, maka ia akan mendapati apa yang ia tuju". (HR. Dua Imam Ahli Hadits : Abu Abdillah Muhammad bin Ismail bin Ibrahim bin Mughirah bin Bardawih Al-Bukhari dan Imam Abu Husain Muslim bin Al-Hajjaj bin Muslim Al-Qusyairy An-Naisaburi dalam kedua kitabnya yang merupakan kitab hadits paling shahih).[14]
Selain niatnya digunakan seperti apa juga tujuan dari sandiwara atau sinetron dalam bentuk kajian yang di rangkumnya apabila dalam sinetron atau sandiwara tersebut bersifat mensyiarkan agama islam diperbolehkan dan apabila tidak mensyiarkan agama islam dan hanya senda gurau belaka berarti dalam pengucapannya atau pertunjukannya tidak diperbolehkan


3.      Ucapan Kalimat Kufur dalam Sandiwara
Dalam pada itu dihukumi murtad bagi orang yang mempermainkan kalimat kufur.
Sandiwara tidak diperbolehkan karena adanya sebab-sebab berikut :[15]
a.       Karena di dalamnya melalaikan orang yang hadir sebab mereka memperhatikan gerakan-gerakan pemain sandiwara dan mereka senang.
b.      Karena individu yang ditiru, kadang berasal dari tokoh sahabat
c.       Karena sangat berbahaya, sebagian mereka menirukan pribadi kafir
Seperti halnya dalam surat At-Taubah : 65 – 66
وَلَئِنْ سَأَلْتَهُمْ لَيَقُولُنَّ إِنَّمَا كُنَّا نَخُوضُ وَنَلْعَبُ قُلْ أَبِاللَّهِ وَآَيَاتِهِ وَرَسُولِهِ كُنْتُمْ تَسْتَهْزِئُونَ . لَا تَعْتَذِرُوا قَدْ كَفَرْتُمْ بَعْدَ إِيمَانِكُمْ إِنْ نَعْفُ عَنْ طَائِفَةٍ مِنْكُمْ نُعَذِّبْ طَائِفَةً بِأَنَّهُمْ كَانُوا مُجْرِمِينَ
Artinya : "Katakanlah : patutkah nama Allah dan ayat-ayatnya serta Rasul-Nya. Kamu memperolok-olok dan mengejeknya janganlah kamu berdalih (dengan alasan-alasan yang dusta) karena sesungguhnya kamu telah kufur sesudah kamu (melahirkan) iman". (Q.S. At-Taubah : 65 – 66).


IV.     Analisis
Dari pembahasan diatas bahwasanya kebanyakan orang menghiasi giginya dengan emas karena tuntutan zaman atau sekedar untuk menghiasi agar berpenampilan yang baik, keadaan seperti ini yang terkadang membuat orang lupa dengan status pada dirinya.
Apabila berniat untuk takabbur dengan pamer tidak diperbolehkan
Apabila berniat karena dzarurot semisal gigi sakit guna penyembuhan diperbolehkan karena ada unsur dzarurotnya.Kleptomania tidak bisa disamakan dengan pencuri biasa karena kleptomania merupakan penyakit gangguan jiwa yang diderita seseorang dengan tidak bisa menyeimbangkan antara pikiran dengan penguasaan pada diri seseorang tersebut. Sehingga ketika dalam mengambilpun seorang kleptomania tidak sadar dengan apa yang sedang dilakukannya.
Bahwa seorang yang mengidap kleptomania ini akan dihukumi ketika seseorang kleptomania sudah sembuh dari penyakit yang dideritannya dan ini dibutuhkan bantuan dari dokter dan psikiater dalam proses penyembuhannya sehingga menunggu adannya kesembuhan dari orang yang mengidap penyakit tersebut, mengenai hukumnya seperti apa diserahkan kepada pihak yang berwajib dan tidak disamakan dengan tindak pidana yang berat karena sifatnya adannya kelalaian dari si penderita
Mengucapkan kalimat kufur dalam sandiwara yang dikarenakan tuntutan skenario kalau bisa dihindari. Orang yang berhati-hati pastinya akan memilih pendapat yang pertama sedangkan bagi yang memang melakukannya diharapkan setelah mengucapkan kata-kata tersebut dengan kalimat syahadat untuk menghindari adanya kemurtadan dan mengingatkannya kembali.
Selain niatnya digunakan seperti apa juga tujuan dari sandiwara atau sinetron dalam bentuk kajian yang di rangkumnya apabila dalam sinetron atau sandiwara tersebut bersifat mensyiarkan agama islam diperbolehkan dan apabila tidak mensyiarkan agama islam dan hanya senda gurau belaka berarti dalam pengucapannya atau pertunjukannya tidak diperbolehkan.

V.        Kesimpulan
Hukum melapisi gigi dengan emas menurut para ulama ada yang membolehkan dan ada yang tidak dari itu disebabkan adanya hal-hal tertentu.
Hukum pencuri yang mengidap penyakit kleptomania seseorang yang mengidap kleptomania ini akan dihukumi ketika seseorang kleptomania sudah sembuh dari penyakit yang dideritannya dan ini dibutuhkan bantuan dari dokter dan psikiater dalam proses penyembuhannya sehingga menunggu adannya kesembuhan dari orang yang mengidap penyakit tersebut, mengenai hukumnya seperti apa diserahkan kepada pihak yang berwajib dan tidak disamakan dengan tindak pidana yang berat karena sifatnya adannya kelalaian dari si penderita dan belum tentu dapat dipertanggung jawabkan.
Hukum mengucapkan kalimat kufur dalam sandiwara terdapat dua hukum yaitu :
1.      Ada yang menyatakan ucapan/ perbuatan itu bisa diartikan kufur atau murtad.
2.      Ucapan dan perbuatan yang tidak disertai dengan niat atau keyakinan maksud hati tidak menyebabkan orang tersebut menjadi kafir/ murtad.

VI.     Penutup
Demikianlah makalah yang dapat kami paparkan kami yakin makalah ini masih jauh dari kesempurnaan. Untuk itu saran dan kritik konstruktif kami tunggu guna penyempurnaan makalah yang akan datang. Semoga makalah ini dapat bermanfaat untuk kita semua. Amin . . .




DAFTAR PUSTAKA

Al-Qoththoni, Syaikh Said, Hukum Mengafirkan Menurut Ahlus-Sunnah dan Ahlul-Bid'ah.
Aziz, Sa'ad Yusuf Abdul, Buku Pintar Sunnah dan Bid'ah, Jakarta : Pustaka Al-Kautsar, 2006.
Gus Mus, Mustofa Bisri, Fiqih Keseharian, Surabaya : Khalista, 2006, hlm. 387.
Miri, Djamaluddin, "Ahkamul Fuqoho (Solusi Problematika Aktual Hukum Islam)", Surabaya : LTN dan Khalista, 2007.
Muhammad, Hasbi Ash Shidieqy, Pengantar Hukum Islam, Semarang : PT. Pustaka Rizki Putra, cet III, 2001.
Sabiq, Sayyid, Fiqih Sunnah, Jakarta : Pena Pundi Aksara, 2006.
Santrock, John W., Psikologi Pendidikan, (CV. Kencana), 2007.
Syafi'i, Karim, Ushul Fiqih, Bandung : Pustaka Setia, 1977.
Zuhdi, Abdul Wahid, "Fiqih Kemasyarakatan", Bandungsari : Perdana, 2006.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar