Senin, 28 September 2015

Telaah Filosofis Tentang Manusia dan Ilmu Pengetahuan

       I.      PENDAHULUAN
Filsafat sebagai induk dari berbagai macam ilmu yang ada memiliki kajian atau pembahasan yang sangat luas. Filsafat sebagai ilmu berbeda dari ilmu pengetahuan biasa, filsafat diperoleh dan dikembangkan secara sistematis betapapun ia bermula dari pengalaman sehari-hari. filsafat sebagai ilmu berobjekkan segala sesuatu, dalam arti ia tidak hanya terbatas pada satu atau berbagai macam objek tertentu sebagaimana halnya dalam ilmu-ilmu.
Banyak sekali cabang dari filsafat, diantaranya adalah filsafat tentang manusia atau yang biasa disebut antropologi, filsafat pengetahuan atau epistemologi, dan sebagainya. Banyak pandangan atau pendapat tentang filsafat manusia dan filsafat pengetahuan yang dikemukakan oleh para filosof.
Lewat makalah ini saya mencoba sedikit menguraikan tentang pandangan-pandangan atau pendapat-pendapat tentang konsep maupun isi dari filsafat tentang manusia dan filsafat pengetahuan.

    II.      RUMUSAN MASALAH
A.    Bagaimana pandangan filsafat tentang manusia?
B.     Bagaimana pandangan filsafat tentang ilmu pengetahuan?

 III.      PEMBAHASAN
A.    Pandangan Filsafat Tentang Manusia
Filsafat manusia berikhtiar membuat refleksi tentang hakikat manusia yang merupakan makhluk yang berdimensi majemuk. Karena dia berbicara tentang manusia, dia tidak bisa dipisahkan dari berbagai ilmu sosial dan humaniora, yang juga berbicara tentang manusia dari berbagai segi tinjauan sesuai dengan obyek formalnya. Filsafat manusia atau filsafat antropologi  adalah nama yang lebih modern dari psikologi filsafat.[1] Nama terakhir ini sudah hampir tidak digunakan lagi karena penggunaan nama ini untuk suatu uraian tentang manusia sangat mengelirukan. Sesuai dengan namannya, psikologi mengandaikan penekanan hanya diberikan pada aspek psikis dari seorang manusia. Pandangan ini juga tidak bisa dipertanggungjawabkan karena studi psikologi  juga mengandaikan suatu studi yang lengkap tentang manusia dari aspek psikis maupun aspek somatik atau badani. Dalam diri manusia aspek psikis tidak mungkin akan dicermati dengan baik tanpa memperhitungkan aspek lahiriah atau badaniahnya.
Dalam kaitannya dengan diskusi-diskusi tentang filsafat manusia ini, kita juga mengenal sejumlah disiplin khusus lain yang berkaitan erat dan termasuk dalam filsafat tentang ilmu-ilmu kemanusiaan seperti fiilsafat bahasa, filsafat sejarah, filsafat pendidikan dan filsafat kebudayaan.[2]  
Berbicara tentang hakikat fitrah manusia, apabila kita teliti secara seksama bahwa sesungguhnya makhluk tuhan yang bernama manusia itu sebenarnya mempunyai beberapa predikat yang masing-masing hakikat itu sendiri tidak dapat dipisah-pisahkan menjadi sebuah bagian yang berdiri sendiri. Karena jika salah satu dari hakikat manusia itu tidak ada salah satunya maka tidak bisa dikatakan sebagai manusia yang sempurna, baik dimata Tuhan atau dimata manusia. Sebagaimana dikatakan Amir Daien Indrakusuma, bahwa sebenarnya manusia hidup itu mempunyai beberapa hakikat, yaitu:
1.      Manusia itu mempunyai hakikat sebagai makhluk dwi tunggal. Yaitu terdiri dari dua unsur yaitu unsur rohaniah dan jasmaniah. Dari kedua unsur tersebut, terbagi lagi atas segi-segi atau aspek-aspek kejiwaan. Adapun aspek-aspek kejiwaan yang penting diantaranya; aspek moral dan aspek sosial, aspek intelektual, aspek estetis dan aspek religius.
2.      Manusia itu memiliki dua sifat hakiki yaitu sebagai makhluk individual dan sebagai makhluk sosial. Sebagi makhluk individual, manusia mempunyai sifat-sifat yang khas, yang berbeda satu dan yang lainnya. Sebagai makhluk sosial, manusia mempunyai naluri untuk hidup bersama, berkelompok, dan hidup bermasyarakat.
3.      Manusia mempunyai hakikat sebagai makhluk susila atau makhluk ber-Tuhan. Manusia memiliki sifat atau dikaruniai kemampuan untuk dapat membedakan mana yang baik dan mana yang tidak baik menurut ukuran kesusilaan.[3]
Kesimpulannya adalah apabila dari beberapa hakikat sifat manusia itu semua terpenuhi secara wajar dan tidak ada unsur keterpaksaan, maka dapat diyakini bahwa seseorang tersebut tergolong dengan apa yang dinamakan insan kamil.
Dalam buku “Falsafat Pendidikan Islam”  yang ditulis oleh Omar Mohammad Al-Toumy syaibany dijelaskan tentang pandangan islam terhadap manusia menjadi 8 prinsip penting, yaitu:
1.      Kepercayaan bahwa manusia itu makhluk termulia di dalam jagat raya ini.
2.      Kepercayaan bahwa manusia mempunyai tiga dimensi; badan, akal, ruh.
3.      Kepercayaan akan kemulyaan manusia.
4.      Kepercayaan bahwa manusia itu hewan yang berfikir.
5.      Kepercayaan bahwa manusia dalam perubahannya selalu terpengaruh oleh faktor-faktor warisan dan alam lingkungan.
6.      Kepercayaan bahwa manusia mempunyai motivasi dan kebutuhan.
7.      Kepercayaan bahwa manusia mempunyai keluwesan sifat dan selalu berubah.
8.      Kepercayaan bawa ada perbedaan perorangan diantara manuisia.[4]
Aliran filsafat materialisme, naturalisme dan eksistensialisme, juga mazdhab-mazdhab pemikiran historisme, sosiologis, dan biologisme, ajaran-ajarannya pada akhirnya membakukan pendapatnya bahwa manusia adalah makhluk yang tidak berdaya dan tidak mampu keluar dari lingkungan eksternalnya.
Menurut ontologi progessivisme, sesungguhnya manusia di dunia ini mampu hidup karena potensi (fungsi) jiwa yang ia miliki, dan makhluk yang lain akan tetap hidup dan berkembang jika ia mampu mengatasi perubahan dan berani bertindak. Progessivisme mempercayai bahwa manusia adalah sebagai subyek yang memiliki kemampuan untuk menghadapi dunia dan lingkungan hidupnya yang multikomplek dengan skill dan kekuatan sendiri. Dan dengan kemampuan itu manusia dapat memecahkan semua problemanya.[5]
Protagoras sebagai bapak relativisme yang lahir sekitar tahun 485 SM, mengatakan bahwa “manusia ukuran segalanya”, yang artinya tidak ada kebenaran kecuali yang dicerap manusia. Dasar pandangan ini adalah tidak ada satu hal pun di dunia ini yang dapat terus mempertahankan hakikatnya dengan kekuatannya sendiri. Karena, segala sesuatu memperoleh hakikat mereka lewat interaksi dengan hal-hal lainnya. Tidak ada yang sebagaimana adanya karena semuanya masih berproses menjadi dan proses menjadi ini adalah menjadi relatif bagi yang lain. Warna putih contohnya, tidak berasal dari dalam atau atau luar mata kita. Karena, warna tersebut sesungguhnya adalah hasil dari interaksi antara diri anda dan sesuatu yang anda cerap. Hal seperti ini dipegang sebagai prinsip bagi semua hasil kualitas pencerapan. Jika angin terasa panas bagiku dan dingin bagimu, maka angin memang kedua-duanya, panas bagiku dan dingin bagimu. Namun tidak berarti angin tersebut panas dan dingin sekaligus karena ia tidak memiliki temperatur dalam dirinya sendiri, tetapi hanya dalam relasinya dengan mereka yang merasakan.[6]
Secara universal tujuan hidup manusia adalah memperoleh kebahagiaan dunia dan akhirat. Kebahagiaan itu sendiri sangat relatif sehingga masing-masing orang akan berbeda dalam memaknai arti bahagia itu sendiri. Ada yang menilai kekayaan harta benda sebagai sumber kebahagiaan hidup, yang lainnya menitik beratkan pada keindahan, pengetahuan, kesusilaan, kekuasaan, budi pekerti, keshalehan hidup, keagamaan dan sebagainya.
Dalam keberagaman pandangan hidup yang berbeda itu, oleh ahli pikir disusun secara sistematis lalu timbulluah falsafah hidup manusia, yang di dalamnya terdapat pokok bahasan misalnya; darimana asalnya hidup, siapa pemberi hidup, apa tujuan hidup, apa yang akan terjadi sesudah mati, apakah hidup bahagia itu, dan sebagainya.
Para ahli filsafat sependapat tentang tujuan akhir yang diinginkan oleh manusia itu, yakni kebahagiaan. Setiap manusia ingin bahagia. Untuk mencapai kebahagiaan itu bermacam-macam jalan yang ingin ditempuh oleh manusia dengan melalui tujuan sementaranya masing-masing. Setiap manusia ingin baik. Tujuan sementarapun harus merupakan kebaikan-kebaikan. Dan tujuan terakhir itulah yang disebut “Summum Bonum”. Dan summum bonum itulah kebahagiaan tertinggi yang ingin dicapai manusia. Karena anggapan baik ini bermacam-macam interpretasi dan perkiraan masing-masing, maka terjadilah bermacam-macam usaha perbuatan yang dilakukan yang juga berbeda-beda.
Namun sesungguhnya tugas utama manusia sendiri buka mencari sebuah kebahagiaan semata. Karena secara tidak langsung manusia hanya menjalankan fungsi haknya dibandingkan dengan menjalankan fungsi kewajibannya. Karena kalau kita ingat bahwa manusia disamping mempunyai status sebagai makhluk dan bagian dari alam, manusia juga mempunyai tugas sebagai khalifah atau penguasa dibumi ini.[7]
Aristoteles mengatakan bahwa kerusakan moral adalah wujud pengabaian terhadap fungsinya, akibat sebuah penolakan terhadap esensi dan tujuan akhir kita. Karena menurutnya, individu yang baik adalah yang mampu melaksanakan fungsinya dengan baik, lebih dari sekedar sebilah pisau tajam yang dapat digunakan untuk memotong dengan baik. Kita memiliki apa yang tidak dimiliki makhluk lain yaitu kemampuan berfikir kita. Tujuan akhir terarah pada Eudaimonia atau kebahagiaan (ideal). Inti dari pemikiran Aristoteles tersebut yaitu tujuan manusia adalah menjadi baik sebagaimana manusia.[8]

B.     Pandangan Filsafat Tentang Ilmu Pengetahuan
Ilmu pengetahuan berasal dari kata ilmu dan pengetahuan. Dalam pandangan James K. Feiblenan, pengetahuan adalah hubungan antara obyek dan subyek. Dengan kata lain, pengetahuan adalah paham suatu subyek mengenahi obyek yang dihadapi.
Ilmu dalam pandangan para ahli mempunyai pengertian sebagai berikut:
1.      Ralph ross dan firnest van den haag dalam bukunya “the fehric of society”, ilmu adalah sesuatu yang empiris, rasional, umum, dan kumulatif, dan keempat-empatnya serempak.
2.      Asley Montagu dalam bukunya “the cultured man” menyebutkan bahwa ilmu adalah pengetahuan yang disusun dalam satu sistem yang yang berasal dari pengamatan, studi dan pengalaman untuk menentukan hakikat dan prinsip tentang sesuatu yang sedang di pelajari.
3.      Zakiah Darajat, dkk. Ilmu adalah seperangkat rumusan pengembangan pengetahuan yang dilaksanakan secara obyektif, sistematis, baik dengan pendekatan deduktif, maupun induktif, yang dimanfaatkan untuk memperoleh keselamatan, kebahagiaan, dan pengalaman manusia yang berasal dari tuhan, dan di simpulkan oleh manusia melalui hasil penemuan pemikiran dari para ahli.
Dari beberapa definisi diatas, ilmu pengetahuan mempunyai ciri-ciri khusus, yaitu:
1.      Obyek ilmu pengetahuan adalah empiris, yaitu fakta-fakta empiris yang dapat dialami langsung oleh manusia dengan mempergunakan panca indranya.
2.      Ilmu pengetahuan mempunyai karakteristik tersendiri, yaitu mempunyai sistematika, hasil yang diperoleh bersifat rasional dan obyektif, universal, kumulatif.
3.      Ilmu dihasilkan dari pengamatan, pengalaman, studi, dan pemikiran, baik melalui pendekatan deduktif, maupun pendekatan induktif maupun kedua-duanya.
4.      Sumber dari segala ilmu adalah Tuhan, karena Dia yang menciptakannya.
5.      Fungsi ilmu adalah untuk keselamatan, kebahagiaan, pengamana manusia dari segala sesuatu yang menyulitkan.
Salah satu masalah teori pengetahuan yang tertua adalah tentang sumber pengetahuan. Masing-masing kita memiliki khasanah pengetahuan tertentu. Misalnya tentang alam sekitar, kehidupan yang kita alami, prinsip-prinsip matematika, tentang baik buruk dan sebagainya. Benar dan berlakunya bergantung pada sumber perolehannya. Apabila sumber pengetahuan itu benar, maka benar pula pengetahuan yang dipancarkan. Wahyu sebagai sumber asli pengetahuan memeberikan inspirasi yang sangat besar terhadap dasar pondasi pengetahuan bila mampu mentransformasikan berbagai bentuk ajaran normatif-doktriner menjadi teori-teori yang bisa diandalkan. Di sanpig itu, wahyu memberikan bantuan intelektual yang tidak terjangkau oleh kekuatan rasional dan empiris sehingga pengetahuan yang berdasarkan wahyu memiliki khasanah intelektual yang lebih lengkap daripada sains. Wahyu bisa dijadikan sumber pengetahuan, baik pada saat seseorang memenuhi jalan buntuketika melakukan perenungan secara radikal maupun dalam kondisi biasa.
Di dalam sejarah filsafat lazim dikatakan bahwa pengetahuan diperoleh melalui salah satu dari empat jalan sebagai berikut:
1.      Pengetahuan diperoleh dari budi.
2.      Pengetahuan kita diperoleh dari bawaan lahir.
3.      Pengetahuan diperoleh dari indera-indera khusus, yaitu penglihatan, pendengaran, ciuman dan rabaan.
4.      Pengetahuan berasal dari pengahayatan langsung atau ilham.
Bentuk pengetahuan yang sangat sederhana adalah sekedar kesadaran, seperti apa yang berlangsung pada suatu organisme ketika ia langsung atau dipengaruhi oleh suatu obyek. Sikap awal yang tepat bagi filosof pengetahuan adalah kerendahan hati dalam menghadapi pengalaman.
Dari beberapa refleksi di atas sesungguhnya kita bisa membedakan pengetahuan manusia menjadi tiga jenis pengetahuan yaitu pengetahuan ilmiah, pengetahuan moral dan jenis pengetahuan religius.
1.      Pengetahuan ilmiah
Pengetahuan ilmiah adalah jenis pengetahuan yang diperoleh dan dipertanggungjawabkan kebenarannya secara ilmiah atau dengan menerapkan cara kerja atau metode ilmiah. Sedangkan yang dimaksud metode ilmiah adalah prosedur atu langkah-langkah sistematis yang perlu diambil guna memperoleh pengetahuan yang didasarkan atas persepsi indrawi dan melibatkan uji coba hipotesis serta teori secara terkendali.
2.      Pengetahuan moral
Kalau adanya pengetahuan ilmiah sering tidak begitu diperdebatkan, lain ahlnya dengan adanya pengetahuan moral. Cukup banyak orang menganggap bahwa dalam hal moral tidak ada kebenaran yang bersifat obyektif dan universal. Penilaian dan putusan moral adalah soal perasaan pribadi atau paling-paling produk budaya teempat orang lahir dan dibesarkan. Dalam hal moral, tidak ada klaim kbenaran yang absah.
3.      Pengetahuan religius
Persoalan tentang kemungkinan adanya pengetahuan religius sedikit berbeda dari persoalan tentag kemungkinan adanya pengetahuan moral. Kendati begitu, beberapa konsep dan prinsip yang berlaku dalam membahas kemungkinan adanya pengetahuan moral dapat dipakai untuk memberi titik terang pada persoalan tentang pengetahuan religius. Duduk persoalannya adalah apakah pengetahuan religius itu mungkin. Persoalan ini muncul berkaitan dengan klaim bahwa pengetahuan religius, termasuk di dalamnya adalah pengetahuan tentang Tuhan, sesungguhnya berada diruang lingkup pengetahuan manusia. Pernyataan bahwa tuhan itu ada dan memiliki sifat-sifat tertentu seperti maha kuasa, maha penyayang dan sebagainya, merupakan pokok iman dan bukan materi pengetahuan manusia. Benar salahnya pernyataan tersebut tidak dapat ditentukan, baik secara apriori maupun secara aposteriori berdasarkan pengalaman. Dengan kata lain, baik tolak ukur kebenaran rasio maupun kebenaran faktual atau empiris tidak berlaku untuk pernyataan-pernyataan religius.
Beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam mendapatkan pengetahuan adalah:
1.      Batasan kajian imu. Secara ontologis, ilmu membatasi pada pengkajian obyek yang berada dalam lingkup manusia. Ilmu tidak dapat mengkaji daerah yang bersifat transedental.
2.      Cara menyusun pengetahuan. Untuk mendapatkan pengetahuan menjadi ilmu diperlukan cara untuk menyusunnya yaitu dengan cara menggunakan metode ilmiah.
3.      Diperlukan landasan yang sesuai dengan ontologis dan aksiologis ilmu itu sendiri.
4.      Penjelasan diarahkan pada deskripsi mengenahi hubungan barbagai faktor yang terikat dalam suatu konstelasi penyebab timbulnya suatu gejala dan proses terjadinya.
5.      Metode ilmiah harus bersifat sistematik dan eksplisit.
6.      Metode ilmiah tidak dapat diterapkan kepada pengetahuan yang tidak tergolong pada kelompok ilmu tersebut.
7.      Ilmu mencoba mencari penjelasan mengenahi alam dan menjadikan kesimpulan yang bersifat umum dan impersonal.
8.      Karakteristik yang menonjol kerangka pemikiran teoritis:
a.       Ilmu eksakta : deduktif, rasio, kuantitatif
b.      Ilmu sosial : induktif, empiris, kualitatif[9]
Dalam konteks lain, dalam kehidupan ini, sumber pengetahuan itu sesungguhnya beragam dan berbeda sebagaimana beragamnya aliran pemikiran manusia. Selain pengetahuan itu mempunyai sumber, juga seseorang ketika hendak mengadakan kontak dengan sumber-sumber itu, maka dia menggunakan alat. Para filosof islam menyebutkan beberapa sumber dan sekaligus alat pengetahuan, yaitu:
1.      Alam tabi’at atau alam fisik
Manusia sebagi wujud yang materi, maka selama di alam materi, ia tidak akan lepas dari hubungannya dengan materi secara interaktif, dan hubungannya dengan materi menuntutnya untuk menggunakan alat dan sifatnya materi pula, yakni indra, karena sesuatu yang materi tidak bisa dirubah menjadi yang tidak materi. Dalam filsafat Aristoteles klasik, pengetahuan lewat indra termasuk dari enam pengetahuan yang aksiomatik. Meski indra berperan sangat signifikan dalam berpengetahuan, namun indra hanya sebagai syarat yang lazim, bukan syarat yang cukup. Peranan indra hanya memotret relita materi yang sifatnya parsial saja, dan untuk menggeneralisasikannya dibutuhkan akal.
2.      Alam akal
Bagi kaum rasionalis, selain alam tabi’at atau alam fisika, menyakini bahwa akal merupakan sumber pengetahuan yang kedua dan sekaligus juga sebagai alat pengetahuan. Mereka menganggap akal-lah yang sebenarnya menjadi alat pengetahuan, sedangkan indra hanya pembantu saja.
3.      Analogi (tamtsil)
Termsuk alat pengetahuan manusia adalah analogi yang dalam terminologi disebut qiyas. Analogi ialah menetapkan hukum atas sesuatu dengan hukum yang telah ada pada sesuatu yang lain karena adanya kesamaan antara dua sesuatu itu.
4.      Hati dan ilham
Kaum empiris yang memandang bahwa ada sama dengan materi, sehingga sesuatu yang inmateri adalah tidak ada, maka pengetahuan tentang inmateri tidak mungkin ada. Sebaliknya, kaum llahi yang menyakini bahwa ada lebih luas dari sekedar materi. Mereka menyakini keberadaan hal-hal yang inmateri. Pengetahuan tentangnya tidak mungkin lewat indera tetapi lewat akal atau hati.[10]

 IV.      SIMPULAN
manusia itu sebenarnya mempunyai beberapa predikat yang masing-masing hakikat itu sendiri tidak dapat dipisah-pisahkan menjadi sebuah bagian yang berdiri sendiri. yaitu:
1.      Manusia itu mempunyai hakikat sebagai makhluk dwi tunggal. Yaitu terdiri dari dua unsur yaitu unsur rohaniah dan jasmaniah.
2.      Manusia itu memiliki dua sifat hakiki yaitu sebagai makhluk individual dan sebagai makhluk sosial.
3.      Manusia mempunyai hakikat sebagai makhluk susila atau makhluk ber-Tuhan. Manusia memiliki sifat atau dikaruniai kemampuan untuk dapat membedakan mana yang baik dan mana yang tidak baik menurut ukuran kesusilaan.
Aliran filsafat materialisme, naturalisme dan eksistensialisme, juga mazdhab-mazdhab pemikiran historisme, sosiologis, dan biologisme, ajaran-ajarannya pada akhirnya membakukan pendapatnya bahwa manusia adalah makhluk yang tidak berdaya dan tidak mampu keluar dari lingkungan eksternalnya.
ilmu pengetahuan mempunyai ciri-ciri khusus, yaitu:
1.      Obyek ilmu pengetahuan adalah empiris,
2.      Ilmu pengetahuan mempunyai karakteristik tersendiri,
3.      Ilmu dihasilkan dari pengamatan, pengalaman, studi, dan pemikiran, baik melalui pendekatan deduktif, maupun pendekatan induktif maupun kedua-duanya.
4.      Sumber dari segala ilmu adalah Tuhan, karena Dia yang menciptakannya.
5.      Fungsi ilmu adalah untuk keselamatan, kebahagiaan, pengamana manusia dari segala sesuatu yang menyulitkan.
pengetahuan manusia dapat dibedakan menjadi tiga jenis pengetahuan yaitu pengetahuan ilmiah, pengetahuan moral dan jenis pengetahuan religius.

V.            PENUTUP
Demikian makalah ini kami buat dan disampaikan, kami sadarv bahwa makalah inimasih jauh dari kesempurnaan. Maka kami menerima kritik dan saran yang membangun guna perbaikan pada selanjutnya.



Tidak ada komentar:

Posting Komentar