A.
PENDAHULUAN
Penilaian adalah bagian yang sangat penting dalam
proses evaluasi. Penilaian hasil peserta didik yang dilakukan oleh guru selain
memantau proses kemajuan siswa juga sekaligus umpan balik kepada guru agar
dapat menyempurnakan perencanaan dan rposes program pembelajaran. dalam
mengevaluasi jugaharus memperhatikan cara dan menskor kemampuan siswa. Untuk
meminimumkan faktor subjektifitas dan memaksimalkan faktor keadilan dalam
menilai atau menskor kemampuan keterampilan siswa biasanya guru yang menilai
atau menskor jumlahnya lebih dari satu guru sehingga diharapkan hasil penilaian
mereka menjadi lebih valid.[1]
Melalui praktik penilaian kelas, sekolah jadi mampu
memahami dan mengajukan pembelajaran serta meningkatkan kemampuan mereka untuk
membantu siswa menjadi pembelajar yang lebih efektif, terarah, dan mampu
menilai kemampuan diri sendiri. Sederhananya, tujuan utama penilaian kelas
adalah memperkuat guru dan siswa dalam memperbaiki kualitas pembelajaran dalam
kelas.[2]
Namun jika proses penilaian yang dilakukan asal-asalan dan tanpa arah yang
jelas, maka pada akhirnya akan menghasilkan informasi tentang hasil pembelajaran
yang tidak akurat dan tidak sesuai dengan apa yang ada dilapangan.
Oleh karena itu adanya acuan dalam penilaian mutlak
harus ada. Keberadaan acuan dalam penilaian ini akan menjadi pembahasan dalam
makalah ini. Adanya penilaian acuan patokan ini guru dan siswa dapat mengetahui
tingkat penguasaan materi yang telah diajarkan dan dipahami oleh siswa, setelah
proses pembelajaran itu berlangsung selama kurun waktu tertentu.
B.
RUMUSAN
MASALAH
1. Apakah
yang dimaksud PAN dalam assesmen hasil pembelajaran?
2. Apakah
yang dimaksud PAP dalam assesmen hasil pembelajaran?
3. Apakah
yang dimaksud KKM dalam assesmen hasil pembelajaran?
C.
PEMBAHASAN
1. Penilaian
Acuan Norma (PAN)
PAN
adalah penilaian yang membandingkan hasil belajar siswa dengan terhadap hasil
dalam kelompoknya. Pendekatan ini dapat dikatakan sebagai pendekatan “apa
adanya”, dalam arti bahwa patokan pembanding semata-mata diambil dari
kenyataan-kenyataan yang diperoleh pada saat pengukuran itu berlangsung.[3] Menurut
Eko Putro Widoyoko dalam bukunya “penilaian hasil pembelajaran di sekolah”,
menjelaskan bahwa PAN merupakan penilaian yang dalam menginterpretasikan hasil
pengukuran dengan cara membandingkan hasil belajar siswa dengan hasil elajar
siswa lain dalam kelompoknya. Hasil tes seorang siswa dibandingkan dengan siswa
lain dalam kelompoknya, sehingga dapat diketahui posisi seorang siswa dalam
kelompoknya. Artinya, penentuan skor mengacu pada perolehan skor dikelompoknya
itu sebagai patokan.[4]
Skor
penilaian acuan norma disebut dengan “skor persentil”. Kedudukan siswa dalam
kelompok bersifat relatif karena patokan (standar) dalam penilaiannya juga
bersifat relatif yaitu rerata skor kelompok. Ujiian dengan soal yang sama bisa
menghasilkan rerata skor yang berbeda-beda untuk kelas yang berbeda, sehingga
standar penilaiannya juga berbeda. Skor dalam penilaian acuan norma tingkat
menunjukan tingkat penguasaan ketrampilan maupun pengetahuan yang dinilai.
Pendekatan
penilaian acuan norma disebut juga dengan “pendekatan
faktual” atau apa adanya. Dengan kata lain standar penilaiannya bersifat
faktual, yaitu fakta yang diperoleh kelompok siswa yang dinilai. Penilaian ini
sama sekali tidak dikaitkan dengan ukuran-ukuran atau patokan-patokan yang
terletak diluar hasil-hasil pengukuran sekelompok siswa.[5] Misalnya, pada saat ulangan akhir semester
mata pelajaran IPA kelas V diujikan 50 butir soal dan hasil penskoran untuk 10
siswa dikelas tersebut adalah sebagai berikut:
Hasil
UAS Mapel IPA
No.
|
Nama
|
Skor
|
1
|
Putri
anggita
|
35
|
2
|
Lina
|
34
|
3
|
Bambang
|
32
|
4
|
Diar
|
30
|
5
|
Andi
|
29
|
6
|
Belinda
|
27
|
7
|
Ani
puspa
|
24
|
8
|
Ahmidati
|
21
|
9
|
Emy
|
20
|
10
|
Imam
|
17
|
Skor-skor
dalam tabel di atas merupakan skor faktual, yaitu skor yang nyata-nyata
diperoleh siswa. Berdasarkan tabel di atas dapat diketahui bahwa skor tertinggi
secara faktual adalah 35 dan skor terendah adalah 17. Jika menggunakan
penilaian acuan norma (PAN) maka peserta ujian yang mendapat skor tertinggi
(35) akan mendapat skor/nilai akhir
tertinggi misalnya, 4, 5, 10, atau 100, tergantung skala penilaian yang
digunakan. Pemberian skor didasarkan pada kenyataan (fakta) pencapaian hasil
belajar kelompoknya.
Untuk
mengubah skor mentah menjadi skor akhir dapat dihitung dengan rumus berikut:
Keterangan:
SA = Skor Akhir Peserta
Tes
PS = Perolehan Skor
ST = Skor Tertinggi
Faktual
SP = Skala Penilaian
Berdasarkan
rumus tersebut dapat ditentukan nilai atau skor akhir menggunakan skala 10 dan
5 adalah sebagai berikut:
1. Putri,
skala 10 = x 10 = 10
Skala 5 = x 5 = 5
2. Diar,
skala 10 = x 10 = 8,6
Skala 5 = x 5 = 4,3
Dengan
cara yang sama dapat dihitung skor akhir siswa yang lain. Secara lengkap
perolehan skor akhir siswa dalam skala 10 da skala 5 adalah.
Konversi
Skor Mentah Menjadi Skor Akhir Dengan PAN
No.
|
Nama
siswa
|
Skor
mentah
|
Skor
akhir
|
|
Skala
10
|
Skala
5
|
|||
1
|
Putri
anggita
|
35
|
10,0
|
5,0
|
2
|
Lina
|
34
|
9,7
|
4,9
|
3
|
Bambang
|
32
|
9,1
|
4,6
|
4
|
Diar
|
30
|
8,6
|
4,3
|
5
|
Andi
|
29
|
8,3
|
4,1
|
6
|
Belinda
|
27
|
7,7
|
3,9
|
7
|
Ani
puspa
|
24
|
6,9
|
3,4
|
8
|
Ahmidati
|
21
|
6,0
|
3,0
|
9
|
Emy
|
20
|
5,7
|
2,9
|
10
|
Imam
|
17
|
4,9
|
2,4
|
Penilaian
acuan norma berasumsi bahwa kemampuan orang itu berbeda-beda dan dapat
digambarkan menurut distribusi normal. Patokan itu dapat berubah-ubah dari
kurva normal ke kurva normal yang lain. Jika hasil ujian siswa dalam satu kelompok
umumnya lebih baik dan menghasilkan angka rata-rata yang lebh tinggi, maka
patokan menjadi bergeser ke atas (dinaikan). Dengan demikian angka yang sama
pada kurva yang berbeda akan mempunyai arti berbeda.[6]
Penilaian
acuan norma memiliki kelebihan dan kekurangan. Kelebihannya adalah penentuan
skor dilakukan tanpa memandang tingkat kesulitan butir tes secara teliti. Sedangkan
kekurannya adalah:
a. Dianggap
kurang adil, karena bagi siswa yang berada dikelas yang memiliki skor yang
tinggi, harus berusaha lebih tinggi utnuk mendapat nilai amat baik atau baik.
b. Membuat
terjadinya persaingan yang kurang sehat diantara para siswa, karena pada saat
seorang siswa mendapat nilai amat baik akan mengurangi kesempatan siswa yang
lain untuk mendapatkannya.[7]
2. Penilaian
Acuan Patokan (PAP)
PAP
pada dasarnya
berarti penilaian yang membandingkan hasil belajar siswa terhadap suatu patokan
yang telah ditetapkan sebelumnya. Pengertian ini menunjukan bahwa sebelum usaha penilaian dilakukan terlebih
dahulu harus ditetapkan patokan yang akan di pakai untuk membandingkan angka-angka
hasil pengukuran agar hasil itu mempunyai arti tertentu. Dengan demikian
patokan ini tidak di cari ditempat lain dan pula tidak dicari di dalam kelompok
hasil pengukuran sebagaimana dilakukan pada PAN.[8]
Penilaian
acuan patokan merupakan penilaian yang dalam menafsirkan atau
menginterpretasikan skor hasil pengukuran menggunakan patokan (standar) yang
tetap. Patokan dalam penilaian acuan kriteria menggunakan skor ideal.
Pendekatan penilaian acuan patokan disebut juga dengan “pendekatan ideal” yaitu idealnya siswa mampu menjawab dengan benar
semua soal maupun menunjukan penguasaan semua keterampilan yang diujikan.
Melalui
penilaian acuan kriteria dapat diketahui apakah siwa telah menguasai atau tidak
menguasai keterampilan atau pengetahuan yang dinilai. Interpretasi mnguasai
atau tidak menguasai merupakan interpretasi mutlak skor tes siswa. Hasil
penilaian acuan patokan akan menggambarkan kemampuan siswa dalam menguasai
pengetahuan maupun keterampilan yang diujikan.
Hasil
UAS siswa kelas V mata pelajaran IPA sebelumnya, apabila dinilai dengan
menggunakan acuan patokan, maka dapat digunakan rumus sebagai berikut:
Keterangan :
SA = Skor Akhir Peserta
Tes
PS = Perolehan Skor
ST = Skor Tertinggi
ideal
SP = Skala Penilaian
Dalam
mata pelajaran tersebut skor tertinggi idealnya adalah 50. Maka berdasarkan
rumus tersebut dapat ditentukan nilai akhir dengan skala 10 dan 5 adalah
sebagai berikut:
1. Putri
skala 10 = x 10 = 7,0
Skala 5 = x 5 = 3,5
2. Diar
skala 10 = x 10 = 6,0
Skala 5 = x 5 = 3,0
Secara
lengkap perolehan skor akhir siswa dalam skala 10 dan skala 5 adalah sebagai berikut.
Konversi
Nilai Mentah Menjadi Skor Akhir Dengan PAP
No.
|
Nama
siswa
|
Skor
mentah
|
Skor
akhir
|
|
Skala
10
|
Skala
5
|
|||
1
|
Putri
anggita
|
35
|
7,0
|
3,5
|
2
|
Lina
|
34
|
6,8
|
3,4
|
3
|
Bambang
|
32
|
6,4
|
3,2
|
4
|
Diar
|
30
|
6,0
|
3,0
|
5
|
Andi
|
29
|
5,8
|
2,9
|
6
|
Belinda
|
27
|
5,4
|
2,7
|
7
|
Ani
puspa
|
24
|
4,8
|
2,4
|
8
|
Ahmidati
|
21
|
4,2
|
2,1
|
9
|
Emy
|
20
|
4,0
|
2,0
|
10
|
Imam
|
17
|
3,4
|
1,7
|
Berdasarkan
hasil konversi tersebut dapat diinterpretasikan
bahwa Putri kemampuan penguasaan 70% mata pelajaran IPA yang diujikan,
Diar memiliki kemampuan penguasaan 60%. Perbedaan secara lengkap jika
menggunakan PAN dan PAP dalam skala 10
dapat dilihat pada tabel berikut:
Konversi
Skor Dengan PAN Dan PAP
No.
|
Nama
siswa
|
Skor
mentah
|
Skor
PAN
|
Skor
PAP
|
1
|
Putri
anggita
|
35
|
10,0
|
7,0
|
2
|
Lina
|
34
|
9,7
|
6,8
|
3
|
Bambang
|
32
|
9,1
|
6,4
|
4
|
Diar
|
30
|
8,6
|
6,0
|
5
|
Andi
|
29
|
8,3
|
5,8
|
6
|
Belinda
|
27
|
7,7
|
5,4
|
7
|
Ani
puspa
|
24
|
6,9
|
4,8
|
8
|
Ahmidati
|
21
|
6,0
|
4,2
|
9
|
Emy
|
20
|
5,7
|
4,0
|
10
|
Imam
|
17
|
4,9
|
3,4
|
Dengan
demikian perbedaan pokok dalam mengoleh skor hasil ujian antara penilaian acuan
norma dengan penilaian acuan patokan terletak pada skor pembagi terhadap skor
yang diperoleh masing-masing siswa. Pada penilaian acuan norma skor pembaginya
adalah adalah skor “tertinggi faktual”
yang diperoleh oleh masing-masing kelompok. Sedangkan dalam penilaian acuan
patokan skor pembaginya adalah skor “tertinggi
ideal” yang bisa di capai dengan instumen yang digunakan.
Penilaian
acuan patokan menggunakan asumsi bahwa hampir semua orang bisa belajar apa saja
namun waktunya yang berbeda. Konsekuensi penilaian acuan patokan adalah adanya
program remidi. Kelemahannya adalah skor hasil tes siswa tergantung pada
tingkat kesulitan butir-butir tes yang mereka terima. Artinya apabila instrumen
tes memiliki butir soal yang tingkat kesulitannya rendah siswa akan memeroleh
skor yang tinggi, sebaliknya apabila butir soal yang diterima memiliki tingkat
kesulitan tinggi siswa akan memeroleh skor yang rendah.[9]
3. KKM
a. Pengertian
KKM
Istilah
kriteria dalam penilaian sering juga disebut sebagai tolak ukur atau standar.
Kriteria, tolak ukur, standar adalah sesuatu yang digunakan sebagai patokan
atau batas minimal untuk sesuatu yang diukur.[10]
Dalam peraturan menteri pendidikan naisonal republik indonesia nomor 2 tahun
2007 tentang standar epnilaian pendidikan bab F tentang penilaian oleh satuan
pendidikan pasal 1 disebutkan, bahwa dalam menentukan KKM setiap mata pelajaran
adalah dengan memerhatikan karakteristik siswa, karakteristik mata pelajaran,
dan kondisi satuan pendidikan melalui rapat dewan pendidik.
Menurut
Hamzah B. Uno mengatakan bahwa sudut pandang yang digunakan dalam penetapan KKM
adalah tingkat kemampuan akademis peserta didik, kompleksitas indikator, dan
daya dukung pndidik, serta ketersediaan sarana dan parsarana.[11]
Kriteria
ketuntasan minimal ditetapkan oleh satuan pendidikan berdasarkan hasil
musyawarah guru mata pelajaran di satuan pendidikan atau beberapa satuan
pendidikan yang emiliki karakteristik yang hampir sama.pertimbangan pendidik
atau atau forum MGMP secara akademis menjadi pertimbangan utama penetapan KKM.
Target ketuntasan secara nasional diharapkan mencapai minimal 75. Satuan
pendidikan dapat memulai dari kriteria ketuntasan minimal dibawah target
nasional kemudian ditingkatkan secara bertahap.[12]
b. Fungsi
KKM
Kriteria
ketuntasan minima memiliki fungsi antara lain:
1) Sebagai
acuan bagi pendidik dalam menilai kompetensi siswa sesuai kompetensi dasar mata
pelajaran yang di ikuti. Setiap kompetensi dasar dapat diketahui
ketercapaiannya berdasarkan KKM yang ditetapkan.
2) Sebagai
acuan bagi siswa dalam menyiapkan diri mengikuti penilaian mata pelajaran.
Setiap kompetensi dasar dan indikator ditetapkan KKM yang harus dicapai dan dikuasai
oleh siswa.
3) Dapat
digunakan sebagai bagian dari komponen dalam melakukan evalausi program
pembelajaran yang dilasnakan disekolah.
4) Merupakan
kontrak pedagogik antara pendidik dengan siswa dan antara satuan pendidikan
dengan masyarakat. Keberhasilan pencapaian KKM merupakan upaya yang harus
dilakukan bersama antara pendidik, siswa, pimpinan satuan pendidikan, dan orang
tua.
5) Merupakan
target satuan endidikan dlam pencapaian kompetensi tiap mata pelajaran. Satuan
pendidikan harus berupaya semaksimal mungkin untuk melampaui KKM yang telah
ditetapkan.[13]
c. Langkah-langkah
penetapan KKM
Penetapan
KKM dilakukan oleh guru atau kelompok guru mata pelajaran. Langkah penetapan
KKM adalah sebagai berikut:[14]
1) Guru
atau kelompok guru menetapkan KKM matapelajaran dengan mempertimbangkan tiga
aspek kriteria, yaitu kompleksitas, daya dukung, dan intake siswa dengan skema sebagai berikut.
2) Hasil
penetapan KKM indikator berlanjut pada KD, SK, hingga KKM mata pelajaran.
3) Hasil
penetapan KKM oleh guru atau kelompok guru mata pelajaran disahkan oleh kepala
sekolah untuk dijadikan patokan guru dalam melakukan penilaian.
4) KKM
yang ditetapkan disosialisasikan kepada pihak-pihak yang berkepentingan, yaitu
siswa, orang tua, dan dinas pendidikan.
5) KKM
dicantumkan di dalam LHB (laporan hasil belajar) pada saat hasil penilaian
dilaporkan kepada orang tua/wali siswa.
d. Penentuan
KKM
Dalam
penetapan nilai ketuntasan belajar minimum dilakukan melalui analisis
ketuntasan minimum pada setiap indikator, KD, dan SK. Ketuntasan belajar ideal
untuk setiap indikator adalah 1-100%, dengan batas minimal ideal minimum 75%.
Dalam menetapkan KKM sekolah harus mempertimbangkan kompleksitas, kemampuan
rata-rata siswa, dan sumber daya dukung.[15]
1) Kompleksitas
Tingkat
kompleksitas (kesulitan dan kerumitan) setiap indikator, kompetensi dasar, dan
standar kompetensi yang harus dicapai oleh siswa. Kompleksitas merupakan
tingkat kesulitan materi pada tiap indikator, kompetensi dasar maupun standar
kompetensi. Semakin tinggi tingkat kompleksitas maka semakin kecil skor yang di
pakai.
2) Kemampuan
rata-rata siswa atau intake siswa
Intak
merupakan tingkat kemampuan rata-rata siswa. Penetapan intak siswa SD/MI untuk
kelas 2 sampai kelas 6 dapat didasarkan pada hasil raport siswa pada kelas
sebelumnya, dan yang paling lengkap adalah daftar nilai. Sedangkan untuk kelas
1, intake siswa dapat ditentukan
dengan cara tes awal setelah siswa diterima di sekolah.[16]
3) Daya
dukung
Kemampuan
sumber daya pendukung dalam penyelenggaraan pembelajaran pada masing-masing
sekolah/madrasah. Semakin tercukupi sumber daya baik yang berupa sumber daya
manusia maupun yang lainnya, semakin tinggi tingkat kefektifan pembelajaran.
semakin tinggi tingkat ketercukupan dan kesesuaian daya dukung sekolah/madrasah
maka semakin mudah mencapai hasil belajar sehingga nilainya sangat tinggi.
Semakin rendah daya dukungnya maka semakin sulit untuk mencapai hasil belajar
yang ditetapkan sehingga rata-rata nilainya sangat rendah.[17]
Daya
dukung atau kemampuan sumber daya pendukung dalam penyelenggaraan pembelajaran
pada masing-masing sekolah meliputi:
a) Sarana
dan prasarana pendidian yang sesuai dengan tuntutan kompetensi yang harus
dicapai siswa seperti perpustakaan, laboratorium, dll.
b) Ketersediaan
tenaga, managemen sekolah, dan kepedulian stake
holder sekolah.
Untuk
memudahkan analisis setiap indikator, perlu dibuat skala penilaian yang
disepakati oleh guru dalam forum kelompok kerja guru (KKG) maupun musyawarah
guru mata pelajaran (MGMP). Ada dua model dalam penetapan KKM, yaitu:[18]
1) Model
A
Model
ini menggunakan rentang skor pada setiap kriteria, misalnya:
Aspek
yang dianalisis
|
Kriteria
dan Skala Penilaian
|
||
Kompleksitas
|
Tinggi
˂
65
|
Sedang
65-79
|
Rendah
80-100
|
Daya
dukung
|
Tinggi
80-100
|
Sedang
65-79
|
Rendah
˂
65
|
Intake
siswa
|
Tinggi
80-100
|
Sedang
65-79
|
Rendah
˂
65
|
Jika
indikator memiliki kriteria: kompleksitas sedang, daya dukung tinggi, dan
intake siswa sedang maka nilai KKM-nya adalah rata-rata setiap nilai dari
kriteria yang ditentukan.
= 80
Nilai
KKM indikator tersebut = 80
2) Model
B
Model
ini memberikan skor pada setiap kriteria yang ditetapkan, misalnya:
Aspek
yang dianalisis
|
Kriteria
dan Skala Penilaian
|
||
Kompleksitas
|
Tinggi
1
|
Sedang
2
|
Rendah
3
|
Daya
dukung
|
Tinggi
3
|
Sedang
2
|
Rendah
1
|
Intake
siswa
|
Tinggi
3
|
Sedang
2
|
Rendah
1
|
Jika
indikator memiliki kriteria: kompleksitas rendah, daya dukung tinngi, dan intake siswa sedang maka nilainya
adalah:
x 100 = 88,89
Maka skor KKM-nya adalah
89
e. Analisis
KKM
Pencapaian
kriteria ketuntasan minimal perlu dianalisis untuk dapat ditindaklanjuti sesuai
dengan hasil yang diperoleh. Tindak lanjut diperlukan utnuk melakukan perbaikan
dan penyempurnaan dalam pelaksanaan pembelajaran maupun penilaian. Hasil
analisis juga dijadikan sebagai bahan pertimbangan penetapan KKM pada semester
atau tahun pembelajaran berikutnya.
Analisis
pencapaian tujuan kriteria ketuntasan minimal bertujuan untuk mengetahui
tingkat ketercapaian KKM yang telah ditetapkan. Setelah selesai melakukan
penilaian setia KD harus dilakukan analisis pencaaian KKM. Kegiatan ini
dimaksudkan untuk melakukan analisis rata-rata hasil pencapaian belajar siswa
terhadap KKM yang telah ditetapkan pada setiap mata pelajaran. Melalui analisis
ini akan diperoleh data antara lain:
1) KD
yang dapat dicapai oleh 75% - 100% dari jumlah siswa pada suatu kelas.
2) KD
yang dapat dicapai oleh 50% - 74% dari jumlah siswa pada suatu kelas.
3) KD
yang dapat dicapai oleh ≤ 49% dari jumlah siswa pada suatu kelas.
Manfaat
hasil analisis adalah sebagai dasar untuk meningkatkan kriteria ketuntasan
minimal pada semester atau tahun pembelajaran berikutnya. Analisis pencapaian
kriteria ketuntasan minimal dilakukan berdasarkan hasil pengolahan data
perolehan nilai setiap siswa per mata pelajaran. Hasil analisis ditindak
lanjuti dengan remidi bagi peserta siswa yang belum tuntas dan pengayaan bagi
yang sudah tuntas.[19]
D.
KESIMPULAN
PAN merupakan penilaian yang dalam
menginterpretasikan hasil pengukuran dengan cara membandingkan hasil belajar
siswa dengan hasil elajar siswa lain dalam kelompoknya. Hasil tes seorang siswa
dibandingkan dengan siswa lain dalam kelompoknya, sehingga dapat diketahui
posisi seorang siswa dalam kelompoknya. Artinya, penentuan skor mengacu pada
perolehan skor dikelompoknya itu sebagai patokan. Untuk mengubah skor mentah
menjadi skor akhir dapat dihitung dengan rumus berikut:
PAP merupakan penilaian yang dalam menafsirkan atau
menginterpretasikan skor hasil pengukuran menggunakan patokan (standar) yang
tetap. Patokan dalam penilaian acuan kriteria menggunakan skor ideal.
Pendekatan penilaian acuan patokan disebut juga dengan “pendekatan ideal” yaitu idealnya siswa mampu menjawab dengan benar
semua soal maupun menunjukan penguasaan semua keterampilan yang diujikan.
KKM Istilah kriteria dalam penilaian sering juga
disebut sebagai tolak ukur atau standar. Kriteria, tolak ukur, standar adalah
sesuatu yang digunakan sebagai patokan atau batas minimal untuk sesuatu yang
diukur. Sudut pandang yang digunakan dalam penetapan KKM adalah tingkat
kemampuan akademis peserta didik, kompleksitas indikator, dan daya dukung
pndidik, serta ketersediaan sarana dan parsarana.
DAFTAR PUSTAKA
Arifin,
Zaenal. 2009. Evaluasi Pembelajaran,
Bandung: Rosdakarya.
Arikunto,
Suharsimi. 2002. Dasar-dasar Evaluasi
Pendidikan, Jakarta: Bumi Aksara.
------------.
2010. Evaluasi Program Pendidikan:
Pedoman Teroitis Praktis bagi Mahasiswa dan Praktisi Pendidikan, Jakarta:
Bumi Aksara.
Hamid,
Moh. Saleh. 2011. Standar Mutu Penilaian
dalam Kelas, Yogyakarta: Diva Press.
Muhaimin.
2009. Pengembangan Model Kurikulum
Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) Pada Sekolah/Madrasah, Jakarta: Rajawali
Press.
Muslich,
Mansur. 2008. KTSP Seri SNP Pembelajaran
Berbasis Kompetensi dan Kontekstual, Jakarta: Bumi Aksara.
Ratnawulan,
Elis. 2015. .Evaluasi Pembelajaran,
Bandung: Pustaka Setia.
Sudjiono,
Anas. 2011. Pengantar Evaluasi
Pendidikan, Jakarta: Rajawali Press.
Uno,
Hamzah B. dan Satria Koni. 2012. Assesment
Pembelajaran, Jakarta: Bumi Aksara.
Widoyoko,
Eko Putro. 2016. Penilaian Hasil
Pembelajaran di Sekolah, Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
[1] Suharsimi Arikunto, Dasar-dasar Evaluasi Pendidikan,
(Jakarta: Bumi Aksara, 2002), Hlm. 122.
[2] Moh. Saleh Hamid, Standar Mutu Penilaian dalam Kelas,
(Yogyakarta: Diva Press, 2011), Hlm. 59.
[3] Anas Sudjiono, Pengantar Evaluasi Pendidikan, (Jakarta:
Rajawali Press, 2011), Hlm. 125.
[4] Eko Putro Widoyoko, Penilaian Hasil Pembelajaran di Sekolah,
(Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2016), Hlm. 320.
[5] Eko Putro Widoyoko, Penilaian Hasil Pembelajaran..., Hlm.
321.
[6] Zaenal Arifin, Evaluasi Pembelajaran, (Bandung:
Rosdakarya, 2009), Hlm. 233.
[7] Eko Putro Widoyoko, Penilaian Hasil Pembelajaran..., Hlm.
325.
[8] Elis Ratnawulan, Evaluasi Pembelajaran, (Bandung: Pustaka
Setia, 2015), Hlm. 242.
[9] Eko Putro Widoyoko, Penilaian Hasil Pembelajaran..., Hlm.
331.
[10] Suharsimi Arikunto, Evaluasi Program Pendidikan: Pedoman Teroitis
Praktis bagi Mahasiswa dan Praktisi Pendidikan, (Jakarta: Bumi Aksara,
2010), Hlm. 30.
[11] Hamzah B. Uno dan Satria Koni, Assesment Pembelajaran, (Jakarta: Bumi
Aksara, 2012), Hlm. 44.
[12] Eko Putro Widoyoko, Penilaian Hasil Pembelajaran..., Hlm.
340.
[13] Eko Putro Widoyoko, Penilaian Hasil Pembelajaran..., Hlm.
341.
[14] Eko Putro Widoyoko, Penilaian Hasil Pembelajaran..., Hlm.
344.
[15] Mansur Muslich, KTSP Seri SNP Pembelajaran Berbasis
Kompetensi dan Kontekstual, (Jakarta: Bumi Aksara, 2008), Hlm. 36.
[16] Eko Putro Widoyoko, Penilaian Hasil Pembelajaran..., Hlm.
348.
[17] Muhaimin, Pengembangan Model Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) Pada
Sekolah/Madrasah, (Jakarta: Rajawali Press, 2009), Hlm. 98.
[18] Eko Putro Widoyoko, Penilaian Hasil Pembelajaran..., Hlm.
349.
[19] Eko Putro Widoyoko, Penilaian Hasil Pembelajaran..., Hlm.
353.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar