Kamis, 11 Januari 2018

Teori belajar Jean Piaget


Jean Piaget terkenal dengan teori perkembangan kognitif.Istilah kognitif berasal dari kata cognition artinya adalah pengertian, mengerti. Pengertian yang luasnya cognition(kognisi) adalah perolehan, penataan, dan penggunaan pengetahuan.Dalam pekembangan selanjutnya, kemudian istilah kognitif ini menjadi populer sebagai salah satu wilayah psikologi manusia/satu konsep umum yang mencakup semua bentuk pengenalan yang meliputi setiap perilaku mental yang berhubungan dengan masalah pemahaman, memperhatikan, memberikan, menyangka, pertimbangan, pengolahan informasi, pemecahan masalah, kesengajaan, pertimbangan, membayangkan, memperkirakan, berpikir dan keyakinan.
Jean Piaget meneliti dan menulis subjek perkembangan kognitif ini dari tahun 1927 sampai 1980. Berbeda dengan para ahli-ahli psikologi sebelumnya, Piaget menyatakan bahwa cara berpikir anak bukan hanya kurang matang dibandingkan dengan orang dewasa karena kalah pengetahuan , tetapi juga berbeda secara kualitatif. Menurut penelitiannya juga bahwa tahap-tahap perkembangan individu /pribadi serta perubahan umur sangat mempengaruhi kemampuan belajar individu.Jean Piaget menyebut bahwa struktur kognitif ini sebagai skemata (Schemas), yaitu kumpulan dari skema-skema.Seseorang individu dapat mengikat, memahami, dan memberikan respons terhadap stimulus disebabkan karena bekerjanya skemata ini.Skemata ini berkembang secara kronologis, sebagai hasil interaksi antara individu dengan lingkungannya. Dengan demikian seorang individu yang lebih dewasa memiliki struktur kognitif yang lebih lengkap dibandingkan ketika ia masih kecil. Piaget memakai istilah scheme secara interchangeably dengan istilah struktur.Scheme adalah pola tingkah laku yang dapat diulang.[1]
Jika schemas/skema/pola yang sudah dimiliki anak mampu menjelaskan hal-hal yang dirasakan anak dari lingkungannya, kondisi ini dinamakan keadaan ekuilibrium (equilibrium), namu ketika anak menghadapi situasi baru yang tidak bisa dijelaskan dengan pola-pola yang ada, anak mengalami sensasi disekuilibrium (disequilibrium) yaitu kondisi yang tidak menyenangkan. Sebagai contoh karena masih terbatasnya skema pada anak-anak : seorang anak yang baru pertama kali melihat buaya ia menyebutnya sebagai cecak besar, karena ia baru memiliki konsep cecak yang sering dilihat dirumahnya. Ia memiliki konsep cecak dalam skemanya dan ketika ia melihat buaya untuk pertama kalinya, konsep cecaklah yang paling dekat dengan stimulus.
Menurut Piaget, intelegensi itu sendiri terdiri dari tiga aspek, yaitu:
a.       Struktur, disebut juga scheme seperti yang dikemukakan diatas.
b.      Isi, disebut juga content, yaitu pola tingkah laku spesifik tatkala individu menghadapi sesuatu masalah.
c.       Fungsi, disebut fungtion, yaitu yang berhubungan dengan cara seseorang mencapai kemajuan intelektul. Fungsi itu sendiri terdiri dari dua macam fungsi invariant, yaitu organisasi dan adaptasi. Organisasi berupa kecakapan seseorang dalam menyusun proses-proses fisik dan psikis dalam bentuk system-sistem yang koheren. Adaptasi yaitu penyesuaian diri individu terhadap lingkungannya.
Proses terjadinya adaptasi dari skemata yang telah terbentuk dengan stimulus baru dilakukan dengan dua cara, yaitu:
1.      Asimilasi Adalah proses pengintegrasian secara langsung stimulus baru ke dalam skemata yang telah terbentuk / proses penggunaan struktur atau kemampuan individu untuk mengatasi masalah dalam lingkungannya.
2.      Akomodasi Adalah proses pengintegrasian stimulus baru ke dalam skema yang telah terbentuk secara tidak langsung/ proses perubahan respons individu terhadap stimuli lingkungan. Dalam struktur kognitif setiap individu mesti ada keseimbangan antara asimilasi dengan akomodasi. Keseimbangan ini dimaksudkan agar dapat mendeteksi persamaan dan perbedaan yang terdapat pada stimulus-stimulus yang dihadapi.[2]
1.      Tahap-tahap perkembangan pada teori belajar Jean Piaget
a.       Tahap sensori motor (0-2tahun)
Bagi anak yang berada pada tahap ini, pengalaman diperoleh melalui fisik (gerakan anggota tubuh)dan sensori (koordinasi alat indra) Pada mulanya pengalaman itu bersatu dengan dirinya, ini berarti bahwa suatu objek itu ada bila ada pada penglihatannya. Perkembangan selanjutnya ia mulai berusaha untuk mencari objek yang asalnya terlihat kemudian menghiang dari pandangannya, asal perpindahanya terlihat. Akhir dari tahap ini ia mulai mencari objek yang hilang bila benda tersebut tidak terlihat perpindahannya. Objek mulai terpisah dari dirinya dan bersamaan dengan itu konsep objek dalam struktur kognitifnya pun mulai dikatakan matang.Ia mulai mampu untuk melambungkan objek fisik ke dalam symbol-simbol, misalnya mulai bisa berbicara meniru suara kendaraan, suara binatang, dll. Kesimpulan pada tahap ini adalah :Bayi lahir dengan refleks bawaan, skema dimodifikasi dan digabungkan untuk membentuk tingkah laku yang lebih kompleks.
Pada masa kanak-kanak ini, anak beum mempunyai konsepsi tentang objek yang tetap.Ia hanya dapat mengetahui hal-hal yang ditangkap dengan indranya. Contoh, seorang anak berumur 2 tahun diberi sebuah pulpen untuk menuliskan sesuatu.Dia belum pernah menggunakan pulpen sebelumnya.Ia hanya memperhatikan orang lain sebagaimana mestinya menggunakan sebuah pulpen. Maka ia pun tahu menggunakannya dengan memegang batangnya secara vertikal dan mengoyang-goyangkan membentuk suatu pola (Asimilasi). Namun, karena baru pertama kali ia menulis maka yang terbentuk hanyalah coretan-coretan biasa. Disinilah perlu penyesuaian gerakan pulpen yang tepat mebentuk suatu pola yang berarti.(Akomodasi).
b.      Tahap pra operasi (sekitar 2-7tahun)
Tahap ini adalah tahap persiapan untuk pengorganisasian operasi konkrit.Istilah operasi yang digunakan oleh Piaget di sini adalah berupa tindakan-tindakan kognitif, seperti mengklasifikasikan sekelompok objek (classifying), menata letak benda-benda menurut urutan tertentu (seriation), dan membilang (counting). Pada tahap ini pemikiran anak lebih banyak berdasarkan pada pengalaman konkrit daripada pemikiran logis, sehingga jika ia melihat objek-ojek yang kelihatannya berbeda, maka ia mengatakanya berbeda pula. Pada tahap ini anak masih berada pada tahap pra operasional belum memahami konsep kekekalan (conservation), yaitu kekekalan panjang, kekekalan materi, luas, dll.Misalnya, seorang anak ditunjukkan pada wadah berisi air dalam volume tertentu.kemudian, isi dari salah satu wadah itu dituang kewadah lain yang lebih tinggi bentuknya. Pada tahap perkembanagan ini, anak yang melihat bahwa wadah pertama berisi sejumlah cairan, kini akan cendrung mengatakan bahwa wadaha yang lebih tinggi dari pada wadah pertama.
c.       Tahap operasi konkrit (sekitar 7-11tahun)
Anak-anak yang berada pada tahap ini umumnya sudah berada di Sekolah Dasar, dan pada umumnya anak-anak pada tahap ini telah memahami operasi logis dengan bantuan benda-benda konkrit. Kemampuan ini terwujud dalam memahami konsep kekekalan, kemampuan untuk mengklasifikasikan dan serasi, mampu memandang suatu objek dari sudut pandang yang berbeda secara objek Anak pada tahap ini sudah cukup matang untuk menggunakan pemikiran logika, tetapi hanya objek fisik yang ada saat ini (karena itu disebut tahap operasional konkrit). Namun, tanpa objek fisik di hadapan mereka, anak-anak pada tahap ini masih mengalami kesulitan besar dalam menyelesaikan tugas-tugas logika. Smith (1998)memberikan contoh. Anak-anak diberi tiga boneka dengan warna rambut yang berlainan (Edith, Suzan, dan Lily), tidak mengalami kesulitan untuk mengidentifikasi boneka yang berambut paling gelap.Namun, ketika diberi pertanyaan, Rambut Edith lebih terang daripada rambut Lily. Rambut siapakah yang paling gelap?,anak-anak pada tahap operasional konkret mengalami kesulitan karena mereka belum mampu berpikir hanya dengan menggunakan lambang-lambang.
d.      Tahap operasi formal (12- seterusnya)
Tahap operasi formal ini adalah tahap akhir dari perkembangan konitif secara kualitatif.Anak pada tahap ini sudah mampu melakukan penalaran dengan menggunakan hal-hal yang abtrak dan menggunakan logika.Penggunaan benda-benda konkret tidak diperlukan lagi.Anak mampu bernalar tanpa harus berhadapan dengan dengan objek atau peristiwanya berlangsung.Penalaran terjadi dalam struktur kognitifnya telah mampu hanya dengan menggunakan simbol-simbol, ide-ide, astraksi dan generalisasi.Ia telah memiliki kemampuan-kemampuan untuk melakukan operasi-operasi yang menyatakan hubungan di antara hubungan-hubungan, memahami konsep promosi.[3]
2.      Implikasi teori Jean Piaget dalam pendidikan
Secara terinci dibawah ini adalah penerapan teori Piaget terhadap pendidikan di kelas :
a.       Karena cara berpikir anak itu berbeda-beda dan kurang logis di banding dengan orang dewasa, maka guru harus dapat mengerti cara berpikir anak, bukan sebaliknya anak yang beradaptasi dengan guru.
b.      Anak belajar paling baik dengan menemukan (discovery). Arrtinya disini adalah agar pembelajaran yang berpusat pada anak berlangsung efektif, guru tidak meninggalkan anak-anak belajar sendiri, tetapi mereka memberi tugas khusus yang dirancang untuk membimbing para siswa menemukan dan menyelesaikan masalah sendiri.
c.       Pendidikan disini bertujuan untuk mengembangkan pemikiran anak, artinya ketika anak-anak mencoba memecahkan masalah, penalaran merekalah yang lebih penting daripada jawabannya. Oleh sebab itu guru penting sekali agar tidak menghukum anak-anak untuk jawaban yang salah, tetapi sebaliknya menanyakan bagaimana anak itu memberi jawaban yang salah, dan diberi pengertian tentang kebenarannya atau mengambil langkah-langkah yang tepat untuk untuk menanggulanginya.
Guru dapat menemukan menemukan dan menetapkan tujun pembelajaran materi pelajaran atau pokok bahasan pengajaran tertentu. Jadi, secara singkat dapat dikatakan bahwa pertumbuhan intelektual anak mengandung tiga aspek, yaitu structure, content dan function. Anak yang sedang mengalami perkembangan, struktur dan konten intelektualnya berubah / berkembang. Fungsi dan adaptasi akan tersusun sehingga melahirkan suatu rangkaian perkembangan ; masing-masing . mempunyai struktur psikologi khusus yang menentukan kecakapan pikir anak. Maka Piaget mengartikan intelegensi adalah sejumlah struktur psikologis yang ada pada tingkat perkembangan khusus.


[1]Howe, A.C. &Jones, L., Enganging Children In Science, (New York: Macmilan Publishing Company, 1993), hlm. 23
[2]Agus Cahyo, Panduan Aplikasi Teori-Teori Belajar Mengajar, (Yogyakarta: Diva Press, 2013), hlm. 46.
[3]Howe, A.C. &Jones, L., Enganging Children In Science, hlm. 28.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar