Jean Piaget terkenal dengan teori
perkembangan kognitif.Istilah kognitif berasal dari kata cognition artinya
adalah pengertian, mengerti. Pengertian yang luasnya cognition(kognisi) adalah
perolehan, penataan, dan penggunaan pengetahuan.Dalam pekembangan selanjutnya,
kemudian istilah kognitif ini menjadi populer sebagai salah satu wilayah
psikologi manusia/satu konsep umum yang mencakup semua bentuk pengenalan yang
meliputi setiap perilaku mental yang berhubungan dengan masalah pemahaman,
memperhatikan, memberikan, menyangka, pertimbangan, pengolahan informasi,
pemecahan masalah, kesengajaan, pertimbangan, membayangkan, memperkirakan,
berpikir dan keyakinan.
Jean Piaget meneliti dan menulis subjek
perkembangan kognitif ini dari tahun 1927 sampai 1980. Berbeda dengan para
ahli-ahli psikologi sebelumnya, Piaget menyatakan bahwa cara berpikir anak
bukan hanya kurang matang dibandingkan dengan orang dewasa karena kalah
pengetahuan , tetapi juga berbeda secara kualitatif. Menurut penelitiannya juga
bahwa tahap-tahap perkembangan individu /pribadi serta perubahan umur sangat
mempengaruhi kemampuan belajar individu.Jean Piaget menyebut bahwa struktur
kognitif ini sebagai skemata (Schemas), yaitu kumpulan dari
skema-skema.Seseorang individu dapat mengikat, memahami, dan memberikan respons
terhadap stimulus disebabkan karena bekerjanya skemata ini.Skemata ini
berkembang secara kronologis, sebagai hasil interaksi antara individu dengan
lingkungannya. Dengan demikian seorang individu yang lebih dewasa memiliki
struktur kognitif yang lebih lengkap dibandingkan ketika ia masih kecil. Piaget
memakai istilah scheme secara interchangeably dengan istilah struktur.Scheme
adalah pola tingkah laku yang dapat diulang.[1]
Jika schemas/skema/pola yang sudah
dimiliki anak mampu menjelaskan hal-hal yang dirasakan anak dari lingkungannya,
kondisi ini dinamakan keadaan ekuilibrium (equilibrium), namu ketika anak
menghadapi situasi baru yang tidak bisa dijelaskan dengan pola-pola yang ada,
anak mengalami sensasi disekuilibrium (disequilibrium) yaitu kondisi yang tidak
menyenangkan. Sebagai contoh karena masih terbatasnya skema pada anak-anak :
seorang anak yang baru pertama kali melihat buaya ia menyebutnya sebagai cecak
besar, karena ia baru memiliki konsep cecak yang sering dilihat dirumahnya. Ia
memiliki konsep cecak dalam skemanya dan ketika ia melihat buaya untuk pertama
kalinya, konsep cecaklah yang paling dekat dengan stimulus.
Menurut Piaget, intelegensi itu
sendiri terdiri dari tiga aspek, yaitu:
a. Struktur, disebut juga scheme seperti
yang dikemukakan diatas.
b. Isi, disebut juga content, yaitu pola
tingkah laku spesifik tatkala individu menghadapi sesuatu masalah.
c. Fungsi, disebut fungtion, yaitu yang
berhubungan dengan cara seseorang mencapai kemajuan intelektul. Fungsi itu
sendiri terdiri dari dua macam fungsi invariant, yaitu organisasi dan adaptasi.
Organisasi berupa kecakapan seseorang dalam menyusun proses-proses fisik dan
psikis dalam bentuk system-sistem yang koheren. Adaptasi yaitu penyesuaian diri
individu terhadap lingkungannya.
Proses terjadinya adaptasi dari
skemata yang telah terbentuk dengan stimulus baru dilakukan dengan dua cara,
yaitu:
1. Asimilasi Adalah proses pengintegrasian
secara langsung stimulus baru ke dalam skemata yang telah terbentuk / proses
penggunaan struktur atau kemampuan individu untuk mengatasi masalah dalam
lingkungannya.
2. Akomodasi Adalah proses pengintegrasian
stimulus baru ke dalam skema yang telah terbentuk secara tidak langsung/ proses
perubahan respons individu terhadap stimuli lingkungan. Dalam struktur kognitif
setiap individu mesti ada keseimbangan antara asimilasi dengan akomodasi.
Keseimbangan ini dimaksudkan agar dapat mendeteksi persamaan dan perbedaan yang
terdapat pada stimulus-stimulus yang dihadapi.[2]
1. Tahap-tahap perkembangan pada teori
belajar Jean Piaget
a. Tahap sensori motor (0-2tahun)
Bagi anak yang berada pada tahap
ini, pengalaman diperoleh melalui fisik (gerakan anggota tubuh)dan sensori
(koordinasi alat indra) Pada mulanya pengalaman itu bersatu dengan dirinya, ini
berarti bahwa suatu objek itu ada bila ada pada penglihatannya. Perkembangan
selanjutnya ia mulai berusaha untuk mencari objek yang asalnya terlihat
kemudian menghiang dari pandangannya, asal perpindahanya terlihat. Akhir dari
tahap ini ia mulai mencari objek yang hilang bila benda tersebut tidak terlihat
perpindahannya. Objek mulai terpisah dari dirinya dan bersamaan dengan itu
konsep objek dalam struktur kognitifnya pun mulai dikatakan matang.Ia mulai mampu
untuk melambungkan objek fisik ke dalam symbol-simbol, misalnya mulai bisa
berbicara meniru suara kendaraan, suara binatang, dll. Kesimpulan pada tahap
ini adalah :Bayi lahir dengan refleks bawaan, skema dimodifikasi dan
digabungkan untuk membentuk tingkah laku yang lebih kompleks.
Pada masa kanak-kanak ini, anak
beum mempunyai konsepsi tentang objek yang tetap.Ia hanya dapat mengetahui
hal-hal yang ditangkap dengan indranya. Contoh, seorang anak berumur 2 tahun
diberi sebuah pulpen untuk menuliskan sesuatu.Dia belum pernah menggunakan
pulpen sebelumnya.Ia hanya memperhatikan orang lain sebagaimana mestinya
menggunakan sebuah pulpen. Maka ia pun tahu menggunakannya dengan memegang
batangnya secara vertikal dan mengoyang-goyangkan membentuk suatu pola (Asimilasi).
Namun, karena baru pertama kali ia menulis maka yang terbentuk hanyalah
coretan-coretan biasa. Disinilah perlu penyesuaian gerakan pulpen yang tepat
mebentuk suatu pola yang berarti.(Akomodasi).
b. Tahap pra operasi (sekitar 2-7tahun)
Tahap ini adalah tahap persiapan
untuk pengorganisasian operasi konkrit.Istilah operasi yang digunakan oleh
Piaget di sini adalah berupa tindakan-tindakan kognitif, seperti
mengklasifikasikan sekelompok objek (classifying), menata letak benda-benda
menurut urutan tertentu (seriation), dan membilang (counting). Pada tahap ini
pemikiran anak lebih banyak berdasarkan pada pengalaman konkrit daripada
pemikiran logis, sehingga jika ia melihat objek-ojek yang kelihatannya berbeda,
maka ia mengatakanya berbeda pula. Pada tahap ini anak masih berada pada tahap
pra operasional belum memahami konsep kekekalan (conservation), yaitu kekekalan
panjang, kekekalan materi, luas, dll.Misalnya, seorang anak ditunjukkan pada
wadah berisi air dalam volume tertentu.kemudian, isi dari salah satu wadah itu
dituang kewadah lain yang lebih tinggi bentuknya. Pada tahap perkembanagan ini,
anak yang melihat bahwa wadah pertama berisi sejumlah cairan, kini akan
cendrung mengatakan bahwa wadaha yang lebih tinggi dari pada wadah pertama.
c. Tahap operasi konkrit (sekitar
7-11tahun)
Anak-anak yang berada pada tahap
ini umumnya sudah berada di Sekolah Dasar, dan pada umumnya anak-anak pada
tahap ini telah memahami operasi logis dengan bantuan benda-benda konkrit.
Kemampuan ini terwujud dalam memahami konsep kekekalan, kemampuan untuk
mengklasifikasikan dan serasi, mampu memandang suatu objek dari sudut pandang
yang berbeda secara objek Anak pada tahap ini sudah cukup matang untuk
menggunakan pemikiran logika, tetapi hanya objek fisik yang ada saat ini
(karena itu disebut tahap operasional konkrit). Namun, tanpa objek fisik di
hadapan mereka, anak-anak pada tahap ini masih mengalami kesulitan besar dalam
menyelesaikan tugas-tugas logika. Smith (1998)memberikan contoh. Anak-anak
diberi tiga boneka dengan warna rambut yang berlainan (Edith, Suzan, dan Lily),
tidak mengalami kesulitan untuk mengidentifikasi boneka yang berambut paling
gelap.Namun, ketika diberi pertanyaan, Rambut Edith lebih terang daripada
rambut Lily. Rambut siapakah yang paling gelap?,anak-anak pada tahap
operasional konkret mengalami kesulitan karena mereka belum mampu berpikir
hanya dengan menggunakan lambang-lambang.
d. Tahap operasi formal (12- seterusnya)
Tahap operasi formal ini adalah
tahap akhir dari perkembangan konitif secara kualitatif.Anak pada tahap ini
sudah mampu melakukan penalaran dengan menggunakan hal-hal yang abtrak dan
menggunakan logika.Penggunaan benda-benda konkret tidak diperlukan lagi.Anak
mampu bernalar tanpa harus berhadapan dengan dengan objek atau peristiwanya
berlangsung.Penalaran terjadi dalam struktur kognitifnya telah mampu hanya
dengan menggunakan simbol-simbol, ide-ide, astraksi dan generalisasi.Ia telah
memiliki kemampuan-kemampuan untuk melakukan operasi-operasi yang menyatakan
hubungan di antara hubungan-hubungan, memahami konsep promosi.[3]
2. Implikasi teori Jean Piaget dalam
pendidikan
Secara
terinci dibawah ini adalah penerapan teori Piaget terhadap pendidikan di kelas
:
a. Karena cara berpikir anak itu
berbeda-beda dan kurang logis di banding dengan orang dewasa, maka guru harus
dapat mengerti cara berpikir anak, bukan sebaliknya anak yang beradaptasi
dengan guru.
b. Anak belajar paling baik dengan
menemukan (discovery). Arrtinya disini adalah agar pembelajaran yang berpusat
pada anak berlangsung efektif, guru tidak meninggalkan anak-anak belajar
sendiri, tetapi mereka memberi tugas khusus yang dirancang untuk membimbing
para siswa menemukan dan menyelesaikan masalah sendiri.
c. Pendidikan disini bertujuan untuk
mengembangkan pemikiran anak, artinya ketika anak-anak mencoba memecahkan
masalah, penalaran merekalah yang lebih penting daripada jawabannya. Oleh sebab
itu guru penting sekali agar tidak menghukum anak-anak untuk jawaban yang
salah, tetapi sebaliknya menanyakan bagaimana anak itu memberi jawaban yang
salah, dan diberi pengertian tentang kebenarannya atau mengambil
langkah-langkah yang tepat untuk untuk menanggulanginya.
Guru dapat menemukan
menemukan dan menetapkan tujun pembelajaran materi pelajaran atau pokok bahasan
pengajaran tertentu. Jadi, secara singkat dapat dikatakan bahwa pertumbuhan
intelektual anak mengandung tiga aspek, yaitu structure, content dan function.
Anak yang sedang mengalami perkembangan, struktur dan konten intelektualnya
berubah / berkembang. Fungsi dan adaptasi akan tersusun sehingga melahirkan
suatu rangkaian perkembangan ; masing-masing . mempunyai struktur psikologi
khusus yang menentukan kecakapan pikir anak. Maka Piaget mengartikan
intelegensi adalah sejumlah struktur psikologis yang ada pada tingkat
perkembangan khusus.
[1]Howe, A.C. &Jones,
L., Enganging Children In Science,
(New York: Macmilan Publishing Company, 1993), hlm. 23
[2]Agus Cahyo, Panduan Aplikasi Teori-Teori Belajar
Mengajar, (Yogyakarta: Diva Press, 2013), hlm. 46.
[3]Howe, A.C. &Jones,
L., Enganging Children In Science, hlm.
28.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar