Kamis, 11 Januari 2018

Pengembangan Kurikulum Berbasis Soft Skill

A.    PENDAHULUAN
Kurikulum merupakan salah satu alat untuk mencapai tujuan pendidikan, sekaligus merupakan pedoman dalam pelaksanaan pembelajaran pada semua jenis dan pendidikan. Kurikulum harus sesuai dengan falsafah dan dasar Negara yaitu pancasila dan UUD 1945 yang menggambarkan pandangan hidup suatu bangsa. Melihat dari pengertiannya kurikulum merupakan jarak yang harus ditempuh untuk mencapai tujuan. Dalam hal ini kurikulum berasal dari bahasa olahraga yang mengandung arti pelari yang menempuh jarak dari garis start sampai finish.[1]
Kurikulum merupakan salah satu komponen yang memiliki peran penting dalam pendidikan, sebab dalam kurikulum bukan hanya dirumuskan tentang tujuan yang harus dicapai sehingga memperjelas arah pendidikan, akan tetapi juga akan memberikan pemahaman tentang pengalaman belajar yang harus dimiliki oleh setiap siswa. Oleh karenaa begitu pentingnya fungsi dan peran kurikulum, maka setiap pengembangan kurikulum pada jenjang manapun harus didasarkan pada asas-asas tertentu. Pengembangan kurikulum pada hakekatnya adalah proses penyusunan rencana tentang isi dan bahan pelajaran yang harus dipelajari serta bagaimana cara mempelajarinya. Kurikulum mempunyai hubungan erat dengan teori pendidikan. Kurikulum disusun mengacu pada satu atau beberapa teori kurikulum, dan teori kurikulum diturunkan atau dijabarkan dari teori pendidikan tertentu. Kurikulum dapat dipandang sebagai rencana konkret penerapan teori pendidikan.[2]
Dalam memngembangkan kurikulum tentunya tidak secara spontan dikembangkan tetapi harus mempunyai pendekatan dan model yang digunakan dalam mengembangkan kurikulum.Dengan demikian dalam pembahasan makalah ini kami menbahas tentang pengembangan kurikulum berbasis soft skill.


B.     RUMUSAN MASALAH
1.      Apakah pengertian soft skill?
2.      Bagaimana soft skill dalam dunia pendidikan?
3.      Bagaimanakah pengembangan kurikulum berbasis soft skill?
C.    PEMBAHASAN
1.      Pengertian soft skill
Soft skills merupakan keterampilan dan kecakapan hidup, baik untuk sendiri, berkelompok, atau bermasyarakat, serta dengan Sang Pencipta. Dengan mempunyai soft skills membuat keberadaan seseorang akan semakin terasa di tengah masyarakat. Keterampilan akan berkomunikasi, keterampilan emosional, keterampilan berbahasa, keterampilan berkelompok, memiliki etika dan moral, santun dan keterampilan spiritual.[3]
Soft skill yaitu semua sifat yang menyebabkan berfungsinya hard skills yang dimiliki. Soft skills dapat menentukan arah pemanfaatan hard skills. Jika seseorang memilikinya dengan baik, maka ilmu dan keterampilan yang dikuasainya dapat mendatangkan kesejahteraan dan kenyamanan bagi pemiliknya dan lingkungannya. Sebaliknya, jika seseorang tidak memiliki soft skills yang baik, maka hard skills dapat membahayakan diri sendiri dan orang lain.[4]
Soft skills merupakan komplemen dari hard skills. Jenis keterampilan ini merupakan bagian dari kecerdasan intelektual seseorang, dan sering dijadikan syarat unutk memperoleh jabatan atau pekerjaan tertentu[5]. Aribowo sebagaimana dikutip oleh Illah Sailah menyebutkan: Soft skills adalah keterampilan seseorang dalam berhubungan dengan orang lain (termasuk dengan dirinya sendiri). Atribut soft skills, dengan demikian meliputi nilai yang dianut, motivasi, perilaku, kebiasaan, karakter dan sikap. Atribut soft skills ini dimiliki oleh setiap orang dengan kadar yang berbeda-beda, dipengaruhi oleh kebiasaan berfikir, berkata, bertindak dan bersikap. Namun, atribut ini dapat berubah jika yang bersangkutan mau merubahnya dengan cara berlatih membiasakan diri dengan hal-hal yang baru.[6]
Menurut Agus Wibowo soft skill merupakan ketrampilan seseorang berhubungan dengan orang lain (interpersonal skill), dan ketrampilan dalam mengatur dirinya sendiri (intrapersonal skill) yang mampu mengembangkan untuk kerja secara makimal. Dikaitkan dengan kompetensi guru, maka kompetensi kepribadian merupakan wujud dari intrapersonal skill dan kompetensi sosial merupakan wujud dari interpersonal skills.[7]
Dari berbagai definisi tersebut dapat dirumuskan bahwa pada dasarnya soft skills merupakan kemampuan yang sudah melekat pada diri seseorang, tetapi dapat dikembangkan dengan maksimal dan dibutuhkan dalam dunia pekerjaan sebagai pelengkap dari kemampuan hard skills. Keberadaan antara hard skills dan soft skills sebaiknya seimbang, seiring, dan sejalan.
2.      Soft skill dalam dunia pendidikan
Pembelajaran soft skills sangatlah penting untuk diberikan kepada siswa sebagai bekal mereka terjun ke dunia kerja dan industri, khususnya bagi sekolah kejuruan yang mencetak lulusannya siap pakai di dunia kerja karena tuntutan dunia kerja lebih menekankan pada kemampuan soft skills.
Berdasarkan Survey National Association of Colleges and Employee (NACE, 2002), terdapat 19 kemampuan yang diperlukan di pasar kerja, kemampuan yang diperlukan itu dapat dilihat berikut ini:[8]
a.       Komunikasi
Langkah-langkah membangun komunikasi anak:
1)      Biasakan anak menyukai membaca. Membaca yang banyak membuat wawasan anak-anak akan luas.
2)      Menugaskan anak menuliskan setiap yang mereka fikirkan dalam tulisan. Komunikasi tulisan nantinya akan dapat terbangun dengan kebiasaan menulis.
3)      Presentasi, minimal anak memberikan ide dan gagasan
4)      Memberikan koreksi
5)      Menjaga intonasi dan tata cara berkomunikasi
b.      Kejujuran
Langkah praktis yang perlu disadari dalam menumbuhkan kejujuran adalah:
1)      Guru mesti selalu menepati janji setiap yang dijanjikan kepada anak didik.
2)      Menjaga disiplin dalam proses belajar, mengajar serta proses ujian dengan pembuatan reward dan sanksi.
3)      Inisiatif membuat kantin jujur adalah salah satu kreasi menumbuhkan kejujuran.
4)      Memberikan kesempatan yang merata pada seluruh siswa untuk menyusun kerja secara mandiri, dan melaporkan bagaimana proses pekerjaan dilakukan.
5)      Mengkoreksi kesalahan tata cara penulisan, perkataan, dalamkonteks kejujuran dalam mengutip, menyadur, dan melaporkan bahan bacaan.
c.       Kerjasama
Cara yang bisa dilakukan adalah dengan penugasan berkelompok. Pekerjaan berkelompok sebaiknya didorong dengan melibatkan masing-masing individu untuk mengerjakan sesuatu masalah secara bersama sama.
d.      Interpersonal
Interpersonal lebih kepada bagaimana membangun kemampuan seseorang untuk beradaptasi dan berhubungan dengan orang lain. Dalam hubungan interpersonal penekanan lebih kepada bagaimana seseorang mampu menempatkan dirinya dengan orang lain yang beragam. Orang lain, teman kerja, atau anggota masyarakat sosial, memiliki karakter yang beragam satu sama lain.
Peran guru adalah sebagai berikut:
1)      Membiasakan anak untuk berani dan percaya diri
2)      Memberikan dan eksebisi contoh etika baik dan buruk, dan membuat simulasinya didalam kelas
3)      Memberikan penjelasan terhadap contoh hubungan interpersonal yang baik dan buruk.
e.       Etos kerja yang baik
Peranan guru dalam menumbuhkan etos kerja adalah sebagai berikut:
1.      Memberikan tugas, yang semakin lama akan semakin berat dilalui oleh anak didik, dengan feedback yang baik pula
2.      Memberikan tugas dan tanggungjawab secara bergiliran disekolah
3.      Mendorong tugas-tugas pembantuan dan tanggungjawab rumah.
f.       Motivasi/inisiatif
Inisiatif lahir dengan terbiasanya seseorang akan fenomena yang dihadapi. Semakin cepat mengambil inisiatif, maka akan semakin cepat dalam melaksanakan sesuatu pekerjaan. Melatihnya menggunakan pembiasaan serta arahan-arahan agar siswa terbiasa mengambil sikap.
Peranan guru adalah dalam melatih inisiatif dan motivasi adalah:
1)      Membuat kegiatan kreatifitas sekolah dengan berbagai bentuk kegiatan.
2)      Mengembangkan kebiasaan lomba dengan berbagai dimensi.
3)      Melakukan studi perbandingan dalam bentuk cerita yang membangun semangat, sportifitas dan sejenisnya
g.      Mampu beradaptasi
Peranan guru dalam mendorong anak beradaptasi adalah:
1)      Menumbuhkan kegiatan luar sekolah, seperti outbond dan pramuka
2)      Mengenalkan anak kepada lingkungan yang tidak lazim mereka rasakan
h.      Anatikal
Kemampuan anatikal dibangun dengan mempelajari berbagai teori dari pembidangan yang dipilih, maka kemampuan ini dapat berkembang didorong oleh kemampuan sang guru, metode pengajaran dan ketersediaan alat/buku dan laboratorium. Peranan gurunya yaitu:
1)      Mendorong kebiasaan membaca anak disertai dengan menulis
2)      Memperhatikan anak dan menempatkannya sesuai dengan bakatnya
3)      Mendorong agar tumbuh kembangnya kebiasaan analisis anak
i.        Organisasi
Kegiatan organisasi adalah melatih anak untuk bekerja secara organisatoris, mampu bekerjasama dalam bentuk tim, dan tentunya diilhami oleh visi dan misi organisasi itu dikembangkan. Pesan yang dapat diambil hikmahnya yaitu kegiatan organisasi melatih anak terbiasa menghadapi pekerjaan, dengan sekala waktu yang terbatas, menghimpun banyak anggota, serta dengan sumberdaya yang selalu terbatas.
j.        Orientasi detail.
Orientasi detail mampu mengasah ketelitian anak, memiliki wawasan antisipatif terhadap fenomena yang muncul ketika melakukan kegiatan apapun. Kegiatan guru yang bisa dilakukan untuk menumbuhkan ini adalah:
1)      Terbiasa untuk menyelenggarakan lomba disekolah
2)      Terbiasa untuk menuntut dan mengarahkan anak agar lebih detail dalam melihat suatu persoalan.
3)      Guru terbiasa mengajak anak antisipatif.
k.      Percaya diri
Satu-satunya yang lazim dilakukan agar kepercayaan diri anak didik adalah dengan membiasakan anak didik untuk tampil menguasai ruangan dan kelompok. Mereka terbiasa memimpin rapat bergantian, tampil didepan. Langkah praktis yang dapat dilakukan adalah dengan membuat kegiatan yang bergantian dari kegiatan itu menugaskan anak didik untuk mau tampil memimpin acara.
l.        Sopan/beretika
Kesopanan dan etika dibangun dari institusi pendidikan. Karena disanalah adanya batasan yang disadari sebagai sebuah norma yang mesti dimiliki oleh anak didik. Dirumah tangga mungkin karena keterbatasan orang tua, maka norma yang berkembang sangat variatif.
3.      Pengembangan kurikulum berbasis soft skill
Model atau konstruksi merupakan ulasan teoritis tentang suatu konsepsi dasar.[9] Dalam pengembangan kurikulum, model dapat merupakan ulasan teoritis tentang suatu proses kurikulum secara menyeluruh atau dapat pula merupakan ulasan tentang salah satu bagian kurikulum. Sedangkan menurut (Kamus Besar Bahasa Indonesia) model adalah pola, contoh, acuan, ragam dari sesuatu yang akan dihasilkan. Dikaitkan dengan model pengembangan kurikulum berarti merupakan suatu pola, contoh dari suatu bentuk kurikulum yang akan menjadi acuan pelaksanaan pendidikan/pembelajaran.
Model pengembangan kurikulum adalah model yang digunakan untuk mengembangkan suatu kurikulum, dimana pengembangan kurikulum dibutuhkan untuk memperbaiki atau menyempurnakan kurikulum yang dibuat untuk dikembangkan sendiri baik dari pemerintah pusat, pemerintah daerah atau sekolah.Menurut UU No. 20 tahun 2003, kurikulum dianggap sebagaiseperangkat rencana dan pengaturan mengenai tujuan, isi dan bahanpelajaran serta cara yang digunakan sebagai pedoman penyelenggaraankegiatan pembelajaran untuk mencapai tujuan pendidikan tertentu.[10]
Dilihat dari cakupan pengembangannya ada dua pendekatan yang diterapkan dalam pengembangan kurikulum yaitu :
a.       Pendekatan Top Down
Pendekatan ini muncul karena atas inisiatif para pejabat pendidikan atau para administrator atau dari pemegang kebijakan(pejabat) pendidikan seperti Dirjen atau Kepala Kantor Wilayah. Prosedur kerjaatau proses pengembangan kurikulum model ini dilakukan sebagai berikut :
1)      Dimulai dengan pembentukan tim pengarah oleh pejabat pendidikan
2)      Menyusun tim atau kelompok kerja untuk menjabarkan kebijakan atau rumusan-rumusan yang telah disusun oleh tim pengarah.
3)      Hasilnya diserahkan kepada tim perumus untuk dikaji untuk diberi catatan-catatan untuk direvisi.
4)      Para administrator selanjutnya memerintahkan kepada setiap sekolah untuk mengimplementasikan kurikulum yang telah tersusun.
b.      Pendekatan Grass Root
Pengembangan kurikulum ini dimulai dari lapangan atau dari guru-guru sebagai implementator, kemudian menyebar pada lingkungan yang lebih luas, oleh sebab itu pendekatan ini dinamakan juga pengembangan kurikulum dari bawah ke atas. Pendekatan ini lebih banyak digunakan dalam penyempurnaan kurikulum.ada beberapa langkahnya yaitu :
1)      Menyadari adnya masalah
2)      Mengadakan refleksi
3)      Mengajukan hipotesis atau jawaban sementara
4)      Menentukan hipotesis yang sangat mungkin dekat dan dapat dilakukan sesuai dengan situasi dan kondisi lapangan.
5)      Mengimplementasikan perencanaan dan mengevaluasinya secara terus menerus hingga terpecahkan masalah yang dihadapi.[11]
Ada 8 konsep dasar model kurikulum yang diperkenalkan dalam buku Developing the curricullum  yaitu:[12]
a.      Model Taba, yang menggunakan pendekatan grass-roots pengembangan kurikulum dan pendekatan induktif yang disusun dari hal-hal yang spesifik menuju bentuk kurikulum yang luas. Selain itu dalam penyusunannya harus dilakukan oleh guru sekolah untuk siswa sekolahnya sendiri.
b.      Model Saylor, Alexander dan Lewis, yang mengkonsepkan proses perencanaan kurikulum berdasarkan pengertian kurikulum sebagai suatu rencana untuk mempersiapkan perangkat-perangkat yang berkaitan dengan kesempatan pembelajaran bagi seseorang untuk dididik. Perencanaan kurikulum ini digambarkan sebagai sekumpulan rencana-rencana kecil untuk porsi-porsi utama dalam kurikulum.
c.       Model Tyler, yang dikenal sebagai The Tyler Rationale, yaitu suatu proses untuk menyeleksi tujuan-tujuan pendidikan yang dikenal luas dan dilaksanakan di dalam lingkup kurikulum. Tyler mengusulkan sebuah model pengembangan kurikulum yang agak komprehensif, yaitu dengan merekomendasikan kepada pengembang  kurikulum untuk mengidentifikasi tujuan-tujuan umum dengan mengumpulkan data dari 3(tiga) sumber(para peserta didik, kehidupan nyata di luar lingkungan kampus, dan mata-mata pelajaran) untuk selanjutnya disempurnakan melalui 2(dua) saringan yang terdiri atas filosofi sosial dan kependidikan sekolah, serta psikologi pembelajaran. Hasilnya adalah tujuan pembelajaran khusus. Ada empat tahapan yang harus dilakukan dalam pengembangan kurikulum model Ralph Tyler, yaitu menentukan yujuan pendidikan, menentukan proses pembelajaran,nmenentukan organisasi kurikulum dan menentukan evaluasi pembelajaran.
d.      Model Oliva, yang berprinsip bahwa kurikulum itu harus sederhana, komprehensif dan sistematis. Secara siklus garis besar dan berurutan terdiri atas uraian filosofis, uraian tujuan pembelajaran umum (goals), dan tujuan pembelajaran khusus (objectives), desain perencanaan, implementasi, dan evaluasi.
e.       Model Dynamic Skillback, Model ini dalam buku Aplikasi pengembangan kurikulum mengorientasikan pengembangan kurikulum ini untuk pengembangan kurikulum dilevel sekolah sesuai dengan kebutuhan sekolah.[13]
f.        Model Nicholls ada lima langkah penting untuk mengembangkan yaitu analisis situasi, menetukan tujuan, mengorganisasi isi pelajaran, mengorganisasi metode, evaluasi.
g.      Model Wheeler : pengembangan kurikulum merupakan sebuah siklus yang harus terus berulang demi terciptanyakurikulum yang progresif dari masa ke masa. Lima tahapan menurut Wheeler juga tak jauh beda dengan model yang lain. bedanya ada penentuan pengalaman belajar.
h.      Model Beauchamp : tidak jauh beda dengan yang lain juga Beauchamp juga memiliki lima tahapan dalam pengembangan kurikulum dimana disetiap poinnya ada penjabaran lanjutan. Seperti menetapkan prosedur dijabarkan lagi membentuk tim, melakukan penilaian, studi, rumusan, dan terakhir penyusunan.[14]
Jika kurikulum dikatakan sebagai seperangkat rencana dan pengaturan mengenai tujuan, isi, dan bahan pelajaran serta cara yang digunakan sebagai pedoman penyelenggaraan kegiatan pembelajaran untuk mencapai tujuan pendidikan tertentu, maka cara menumbuhkan soft skills dalam proses pembelajaran adalah dengan memasukkan muatan soft skills ke dalam kurikulum pembelajaran. Karena telah dijelaskan kurikulum itu sebagai rencana pembelajaran yang berisi mengenai tujuan, isi, bahan serta cara yang digunakan dalam proses pembelajaran untuk mencapai tujuan tertentu, jika muatan soft skills sudah dimasukkan ke dalam kurikulum akan memudahkan guru dalam merancang kegiatan pembelajaran.
Kurikulum yang digunakan sebaiknya bisa menyesuaikan dengan keadaan yang ada dan kebutuhan. Dalam mengintegrasikan soft skills dalam kurikulum tentunya bukanlah hal yang mudah dilakukan. Namun dengan usaha sedikit demi sedikit untuk menyusunnya dan tentunya dengan lebih mempraktikan atau menjadi contoh bagi siswa daripada hanya memberikan teori saja, soft skills lambat laun akan menjadi sesuatu yang wajib diberikan dan dikembangkan dalam setiap proses pembelajaran. Menurut Elfindri dkk, “sudah saatnya proses pendidikan dari nilai-nilai universal di sekolah melalui integrasi aspek soft skills ke dalam sebagian besar mata ajar yang diberikan”.[15]

D.    KESIMPULAN
Soft skills merupakan keterampilan dan kecakapan hidup, baik untuk sendiri, berkelompok, atau bermasyarakat, serta dengan Sang Pencipta. Dengan mempunyai soft skills membuat keberadaan seseorang akan semakin terasa di tengah masyarakat. Keterampilan akan berkomunikasi, keterampilan emosional, keterampilan berbahasa, keterampilan berkelompok, memiliki etika dan moral, santun dan keterampilan spiritual.
Jika kurikulum dikatakan sebagai seperangkat rencana dan pengaturan mengenai tujuan, isi, dan bahan pelajaran serta cara yang digunakan sebagai pedoman penyelenggaraan kegiatan pembelajaran untuk mencapai tujuan pendidikan tertentu, maka cara menumbuhkan soft skills dalam proses pembelajaran adalah dengan memasukkan muatan soft skills ke dalam kurikulum pembelajaran. Karena telah dijelaskan kurikulum itu sebagai rencana pembelajaran yang berisi mengenai tujuan, isi, bahan serta cara yang digunakan dalam proses pembelajaran untuk mencapai tujuan tertentu, jika muatan soft skills sudah dimasukkan ke dalam kurikulum akan memudahkan guru dalam merancang kegiatan pembelajaran.
Kurikulum yang digunakan sebaiknya bisa menyesuaikan dengan keadaan yang ada dan kebutuhan. Dalam mengintegrasikan soft skills dalam kurikulum tentunya bukanlah hal yang mudah dilakukan. Namun dengan usaha sedikit demi sedikit untuk menyusunnya dan tentunya dengan lebih mempraktikan atau menjadi contoh bagi siswa daripada hanya memberikan teori saja, soft skills lambat laun akan menjadi sesuatu yang wajib diberikan dan dikembangkan dalam setiap proses pembelajaran. Menurut Elfindri dkk, “sudah saatnya proses pendidikan dari nilai-nilai universal di sekolah melalui integrasi aspek soft skills ke dalam sebagian besar mata ajar yang diberikan”.



DAFTAR PUSTAKA
Hamdani,Hamid. 2012.Pengembangan Kurikulum pendidikan, Bandung :Pustaka setia.
Eflfidri dkk,. 2011. Soft Skills untuk Pendidik, Jakarta: Baduose Media.
Mulyono, Iyo. 2011. Dari Karya tulis Ilmiah sampai dengan Soft Skills, Bandung: Yrama Widya.
Sailah, Illah. 2008. Pengembangan Soft Skills di perguruan Tinggi, Jakarta: Direktorat Jendral Perguruan Tinggi.
Wibowo, Agus. 2012. Menjadi Guru Berkarakter, Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Dinata, Nana Syodih Sukma. 2012. Pengembangan Kurikulum Teori Dan Pratek. Bandung  Remaja Rosdakarya.
Mudlofir, Ali. 2011. Aplikasi pengembangan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan dan Bahan Ajar dalam Pendidikan Agama Islam, Jakarta : Rajawali.
Oliva, Peter F. 1991. Developing the Curriculum, third edition. New York. Harper Collins Publishers.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar