Stres adalah suatu kondisi
dinamik yang di dalamnya seorang individu dikonfrontasikan dengan suatu peluang
kendala atau tuntutan yang dikaitkan dengan apa yang diinginkannya dan hasilnya
dipersepsikan sebagai tidak pasti dan penting.[1] Stres merupakan salah satu
masalah yang pasti akan dihadapi oleh setiap orang dalam kehidupannya dan stres
tersebut harus diatasi baik oleh karyawan tanpa bantuan orang lain maupun
dengan bantuan pihak lain, seperti para spesialis yang disediakan oleh
organisasi untuk karyawan dalam bekerja.
Rousseau dan Prince (dalam Rahayu) mengatakan bahwa stres kerja juga
dipandang sebagai kondisi psikologik yang tidak meyenangkan yang timbul karena
karyawan merasa terancam dalam bekerja.[2] Perasaan terancam ini
disebabkan hasil persepsi dan penilaian karyawan yang menunjukkan ada ketidakseimbangan
atau ketidaksesuaian antara karakteristik tuntutan-tuntutan pekerjaan dengan
kemampuan dan kepribadian karyawan.
PEMBAHASAN
1.
Sumber-Sumber Stres
Ada banyak sumber-sumber
stres menurut para pakar psikologi atau sumber daya manusia. Diantaranya adalah
menurut Sondang P. Siagan antara lain:[1]
1. Berasal dari pekerjaan
Berbagai hal yang dapat menjadi sumber stres yang
berasal dari pekerjaan antara lain: a) beban tugas yang terlalu besar, b) iklim
kerja yang menimbulkan rasa tidak nyaman, c) tidak seimbangnya antara wewenang
dan tanggung jawab, d) frustasi yang ditimbulkan oleh intervensi pihak lain
yang terlalu sering sehingga seseorang merasa terganggu konsentrasinya, e)
konflik antar karyawan dengan pihak lain di dalam dan di luar pekerjaan.
2. Berasal dari luar pekerjaan
Situasi lngkungan luar pekerjaan dapat juga
menjadi sumber stres. Berbagai masalah yang dihadapi oleh seseorang seperti: a)
masalah keluarga, b) perilaku negatif anak-anak, c) kehidupan keluarga tidak
atau kurang harmonis, d) pindah tempat tinggal dan adanya anggita keluarga yang
meninggal, kecelakaan, terkena penyakit, gawat dan lain sebagainya.
Baron et. al. menyatakan
bahwa terdapat tujuh sumber stres yang dijadikan instrumen pada penelitian
stres sebelumnya.[2]
Ketujuh sumber stres tersebut adalah lingkungan (environment), pribadi (personal),
konsekuensi manusia (human concequences),
organisasional (organizational),
adaptif (adaptif), proses (process), dan waktu (time).
Disisi lain faktor-faktor
yang mempengaruhi timbulnya stres menurut Stephen P. Robbins adalah sebagai
berikut :[3]
1. Faktor lingkungan antara lain
ketidakpastian ekonomi, ketidakpastian politik, dan ketidakpastian teknologi.
2. Faktor organisasi antara lain
tuntutan tugas, tuntutan sasaran, dan tuntutan antar personal dan lain
sebagainya.
3. Faktor individu antara lain
masalah keluarga, masalah ekonomi, dan kepribadian.
Penyebab stres on the job menurut T. Hani Handoko yang
mempengaruhi kinerja, meliputi:[4] 1) beban kerja yang
berlebihan, 2) tekanan atau desakan waktu, 3) kualitas supervise yang jelek, 4)
umpan balik tentang pelaksanaan kerja yang tidak memadahi, 5) frustasi, 6)
konflik antar pribadi atau kelompok, 7) perbedaan antar nilai-nilai perusahaan
atau karyawan, 8) berbagai bentuk perubahan.
Penyebab stres off the job, antara lain: 1) kekhawatiran
finansial, 2) masalah yang bersangkutan dengan anak, 3) masalah politik, 4)
masalah-masalah pernikahan (misalnya perceraian), 5) perubahan-perubahan yang
terjadi di tempat tinggal, 6) masalah pribadi seperti kematian sanak saudara
atau keluarga.
Pada dasarnya segala macam
bentuk stres disebabkan oleh kekurangpengertian manusia akan
keterbatasan-keterbatasannya sendiri.[5] Ketidakmampuan melawan
keterbatasan inilah yang akan menimbulkan frustasi, konflik, gelisah dan rasa
bersalah yang merupakan tipe-tipe dasar stres.
2.
Konsekuensi Stres Kerja
Pergerakan dari mekanisme
pertahanan tubuh bukanlah satu-satunya konsekuensi yang mungkin timbul dari
adanya kontak dengan sumber stres. Akibat dari stres banyak bermacam-macam. Ada
sebagian yang positif seperti meningkatnya motivasi, terangsang untuk bekerja
lebih giat lagi, atau mendapat inspirasi untuk hidup lebih baik lagi. Tetapi
banyak diantaranya yang merusak dan berbahaya. Menurut Cox telah
mengidentifikasi efek stres yang mungkin muncul.[6] Kategori yang disusun Cox
meliputi:
1. Dampak Subjektif (Subjective Effect)
Kekhawatiran/kegelisahan,
kelesuhan, kebosanan, depresi, keletihan, frustasi, kehilangan kesabaran,
perasaan terkucil dan merasa kesepian.
2. Dampak Perilaku (Behavioral Effect)
Akibat
stres yang berdampak pada perilaku pekerja dalam bekerja di antaranya peledakan
emosi dan perilaku implusif.
3. Dampak Kognitif (Cognitive Effect)
Ketidakmampuan
mengambil keputusan yang sehat, daya konsentrasi menurun, kurang
perhatian/rentang perhatian pendek, sangat peka terhadap kritik/kecaman dan
hambatan mental.
4. Dampak Fisiologis (Physiological Effect)
Kecanduan
glukosa darah meninggi, denyut jantung dan tekanan darah meningkat, mulut
kering, berkeringat, bola mata melebar dan tubuh panas dingin.
5. Dampak Kesehatan (Health Effect)
Sakit
kepala dan migran, mimpi buruk, sulit tidur, gangguan psikosomatis.
6. Dampak Organisasi (Organizational Effect)
Produktivitas
menurun/rendah, terasing dari mitra kerja, ketidakpuasan kerja, menurunnya
kekuatan kerja dan loyalitas terhadap instansi.
Sedangkan menurut T. Hani
Handoko, stres dapat membantu atau menjadi fungsional, tetapi juga bisa
berperan salah (disfungsional) atau merusak prestasi kerja. Hal ini berarti
bahwa stres mempunyai potensi untuk mendorong atau mengganggu pelaksanaan
kerja, tergantung seberapa besar tingkat stres.[7] Lebih lanjut menurutnya
bila tidak ada stres, tantangan-tantangan kerja juga prestasi kerja cenderung
naik, karena stres membantu karyawan untuk mengarahkan segala sumber dayanya
dalam memenuhi berbagai persyaratan atau kebutuhan pekerjaan.
Akan tetapi stres terlalu
tinggi maka dapat menurunkan prestasi, mengganggu pelaksanaan pekerjaan
seseorang.[8] Karyawan kehilangan
kemampuan untuk mengendalikannya. Menjadi tidak mampu mengambil
keputusan-keputusan dan perilakunya menjadi tidak teratur atau tidak disiplin.
Paling ekstrim atau parah adalah prestasi kerja menjadi nol, karena karyawan
menjadi sakit atau tidak kuat bekerja lagi, putus asa, keluar atau melarikan
diri dari pekerjaan dan mungkin diberhentikan.
Stres yang teratasi dapat
menimbulkan gejala badaniah, emosional dan gejala sosial. Dapat ringan, sedang
dan berat. Gejala badan meliputi: sakit kepala, sakit maag, mudah kaget
(berdebar-debar), banyak keluar keringat dingin, gangguan pola tidur, lesu
letih, kaku leher, gangguan psikoseksual, nafsu makan menurun, ual, muntah,
gejala kulit, berbagai macam-macam gangguan menstruasi dan sejumlah gejala lainnya.[9] Gejala emosional misalnya,
pelupa, sukar berkonsentrasi, sukar mengambil keputusan, cemas, was-was,
kuartir, murung, mudah marah atau jengkel, pikiran bunuh diri, gelisah, pikiran
putus asa dan sebagainya. Gejala sosial misalnya, makin banyak merokok, minum,
makan, sering mengontrol jendela, menarik diri dari pergaulan sosial, mudah
bertengkar, membunuh dan lain sebagainya.
Dari berbagai gejala
tersebut pada umumnya akan mendapatkan berbagai gejala yang tidak normal pada
diri seseorang atau karyawan yang mengalami stres tidak teratasi. Artinya
karyawan yang bersangkutan akan menghadapi berbagai gejala negatif yang pada
gilirannya berpengaruh pada prestasi kerja.[10]
3. Manajemen
Stres
Menurut Munandar, ada
beberapa teknik yang digunakan dalam manajemen stres yaitu :
1. Kerekayasaan Organisasi
Melalui analisis kerja dan
kerekayasaan metode dapat dirancang pola pekerjaan baru bagi pekerjaan yang
dirasakan memiliki beban berlebihan. Secara kuantitatif, banyaknya kegiatan
dapat dikurangi, misalnya dengan penambahan tenaga kerja, sedangkan secara
kualitatif dapat dikurangi tanggung jawabnya juga. Sebaliknya bagi pekerjaan
dengan beban terlalu sedikit dapat dilakukan perluasaan pekerjaan (job enlargement) dan pemerkayaan
pekerjaan (job enrichment). Dapat
pula dilakukan strategi yang diajukan oleh Everly dan Girdano yaitu sasaran
berdasarkan kerja (work by-objectives)
dan manajemen waktu (time management)
yang khusus berlaku untuk para manajer menengah keatas.
Sasaran Berdasarkan Kerja
(SBK) ini merupakan salah satu teknik yang termasuk dalam jenis Manajemen
Berdasarkan Sasaran (Management by Objectives).
SBK terdiri dari 4 langkah yaitu : a) menetapkan sasaran realistik bagi satuan
kerjanya, yang dapat dicapai dalam waktu yang dimiliki; b) merancang perangkat
perencanaan, tindakan atau metode untuk dapat mencapai sasaran; c) menciptakan
strategi untuk dapat mengukur keberhasilannya mencapai sasaran-sasaran pada
akhir suatu periode tertentu; dan d) pada akhir waktu yang sudah ditentukan
mengukur keberhasilan mencapai sasaran-sasarannya.
Manajemen
Waktu (MW) memiliki tiga tahap[11], yaitu :
1) Analisis waktu
Analisis waktu mencakup penaksiran, penyusunan
prioritas, dan penjadwalan waktu dalam kaitan dengan tuntutan waktu terhadap
pekerjaan. Berdasarkan rencana kerja yang dibuat pada SBK dihitung waktu yang
diperlukan untuk melaksanakan rencana kerja tersebut. Waktu yang diperlukan
kemudian disesuaikan dengan waktu yang tersedia, sedemikian rupa sehingga
tugas-tugas dapat diselesaikan sesuai dengan urutan kepentingannya dalam waktu
yang tersedia.
2) Strategi untuk mengorganisasi
Tahap kedua ialah pelaksanaan strategi untuk
mengatur beban kerja. Manajer membagi tugas, mendelegasikan wewenang dan
tanggung jawab.
3) Strategi untuk follow-up
Follow-up mencakup penaksiran teratur tentang efisiensi dari
analisis waktu dan tahap-tahap pengaturan berikutnya. Dengan follow-up diperoleh peluang untuk
menyesuaikan strategi-strategi yang cocok antara kepribadian manajer dengan
pekerjaannya. SBK dan MW khususnya dapat dilakukan untuk pekerjaan-pekerjaan
yang dirasakan memiliki beban berlebihan.
2. Kerekayasaan Kepribadian
Strategi yang digunakan
dalam kerekayasaan kepribadian ialah upaya untuk menimbulkan
perubahan-perubahan dalam kepribadian individu agar dapat dicegah timbulnya
stres dan agar ambang stres dapat ditingkatkan. Perubahan-perubahan yang dituju
ialah perubahan dalam hal pengetahuan, kecakapan, keterampilan dan nilai-nilai
yang mempengaruhi persepsi dan sikap tenaga kerja terhadap pekerjaannya.
Program pelatihan
keterampilan meruapakan salah satu strategi untuk meningkatkan keterampilan
tenaga kerja sehingga timbul rasa percaya diri akan kemampuannya untuk
melaksanakan pekerjaannya. Jika tenaga kerja telah mengalami stres, serta stres
berakibat terganggunya kesehatan mentalnya, maka psikoterasi dapat diberikan
agar ia dapat berfungsi optimal kembali.
3. Teknik Penenangan Pikiran
Tujuan teknik-teknik
penennagan pikiran ialah untuk mengurangi kegiatan pikiran, yaitu proses
berpikir dalam bentuk merencana, mengingat, berkhayal, menalar yang scara
bersinambungan kita lakukan dalam keadaan bangun, dalam keadaan sadar. Jika berhasil
mengurangi kegiatan pikiran, rasa cemas, dan khawatir akan berkurang. Kesigapan
umum (general arousal) untuk beraksi
akan berkurang, sehingga pikiran menjadi tenang, stres berkurang. Teknik-teknik
penenang pikiran meliputi : meditasi, pelatihan relaksasi autogenik, dan
pelatihan relaksasi neuromuscular.
a. Meditasi
Meditasi dapat dianggap sebagai teknik, dapat pula
dianggap sebagai suatu keadaan pikiran (mind),
keadaan mental. Berbagai teknik seperti yoga, berfikir, relaksasi progresif,
dapat menuju tercapainya keadaan mental tersebut. Konsentrasi merupakan aspek
utama dari teknik-teknik meditasi.
Penelitian menunjukkan bahwa selama meditasi
aktivitas dari kebanyakan sistem fisik berkurang. Meditasi menyebabkan adanya
relaksasi fisik. Pada saat yang sama meditator mengendalikan secara penuh
penghayatannya dan mengendalikan emosi, perasaan dan ingatan. Pikiran menjadi
tenang, badan berada dalam keseimbangan.
b. Pelatihan relaksasi autogenik
Relaksasi autogenik adalah relaksasi yang
ditimbulkan sendiri (autu-genis = ditimbulkan sendiri). Teknik ini berpusat
pada gambaran-gambaran berperasaan tertentu yang dihayati bersama dengan
terjadinya peristiwa tertentu yang kemudian terkait kuat dalam ingatan,
sehingga timbulnya kenangan tentang peristiwa akan menimbulkan pula penghayatan
dari gambaran perasaan yang sama. Pelatihan relaksasi autogenik berusaha
mengaitkan penghayatan yang menenangkan dengan peristiwa yang menimbulkan
ketegangan, sehingga badan kita terkondisi untuk memberikan penghayatan yang
tetap menenangkan meskipun menghadapi peristiwa yang sebelumnya menimbulkan
ketegangan.
c. Pelatihan relaksasi
neuromuscular
Pelatihan relaksasi neuromuscular adalah satu
program yang terdiri dari latihan-latihan sistematis yang melatih otot dan
komponen-komponen sistem saraf yang mengendalikan aktivitas otot. Sasarannya
ialah mengurangi ketegangan dalam otot. Karena otot merupakan bagian yang
begitu besar dari badan kita, maka pengrangan ketegangan pada otot berarti
pengurangan ketegangan yang nyata dari seluruh badan kita. Individu diajari
untuk secara sadar mampu merelaksasikan otot sesuai dengan kemauannya setiap
saat.
4. Teknik Penenangan Melalui Aktivitas Fisik
Tujuan utama penggunaan
teknik penenangan melalui aktivitas fisik ialah untuk menghamburkan atau untuk
menggunakan sampai habis hasil-hasil stres yang diproduksi oleh ketakutan dan
ancaman, atau yang mengubah sistem hormon dan saraf kita kedalam sikap
mempetahankan. Kita dapat melakukan aktivitas fisik sebelum dan sesudah stres.
Kita semua merasakan bahwa, dalam menghadapi situasi yang kita rasakan sebagai
penuh stres, timbul satu kesigapan umum untuk melakukan sesuatu, timbul
tambahan tenaga (untuk “melarikan diri” atau untuk “melawan”) yang timbul
sebagai akibat perubahan-perubahan dalam sistem hormon dan sistem saraf kita.
Aktivitas yang sesuai dalam hal ini ialah latihan keseluruhan badan, seperti
berenang, lari, menari, bersepedaan atau olahraga lain selama kurang lebih satu
jam.
Menurut Everly dan Girdano
latihan fisik dapat paling baik manfaatnya jika dilakukan dalam beberapa jam
setelah timbulnya stres, tetapi setiap saat dalam 24 jam masih akan tetap dapat
menolong. Aktivitas fisik dapat juga dilakukan sebelum stres timbul. Aktivitas
fisik memiliki sifat preventif (penghindaran). Selama melakukan aktivitas fisik
seluruh sistem badan dirangsang untuk beraksi, bergerak. Setelah kegiatan,
sistem-sistemnya memantul dengan cara makin melambat (by slowing down), dengan demikian mendorong e relaksasi dan
ketenangan. Kurang lebih 90 menit setelah latihan fisik yang baik, timbul rasa
dari relaksasi yang mendalam. Relaksasi setelah latihan fisik membawa serta
sesuatu rasa “dingin-tenang” (imperturbability),
satu reaktivitas terhadap lingkungan yang lebih rendah yang membantu orang,
yang secara kronis melakukan latihan-latihan fisik, untuk bereaksi lebih sesuai
terhadap rangsangan. Keadaan ini membuat orang melangkah lebih ringan, bersikap
lebih positif dan lebih sulit untuk menjadi jengkel.
Senada dengan Munandar,
Stephen P. Robbins mengemukakan bahwa ada dua cara dalam mengelola stres kerja,
yaitu:[12]
1. Pendekatan individual
Seorang karyawan dapat memikul tanggung jawab
pribadi untuk mengurangi tingkat stresnya. Strategi individu yang telah
terbukti efektif mencakup pelaksanaan teknik-teknik manajemen waktu,
meningkatkan latihan fisik, pelatihan pengenduran (relaksasi) dan perluasan
jaringan dukungan sosial.
2. Pendekatan organisasional
Beberapa faktor yang menyebabkan stres terutama
tuntutan tugas dan peran serta struktur organisasi telah dikendalikan oleh
manajemen. Dengan demikian, faktor-faktor ini dapat dimodifikasi atau diubah.
Strategi yang mungkin diinginkan oleh manajemen untuk dipertimbangkan antara
lain perbaikan seleksi personil dan penempatan kerja, penggunaan penetapan
tujuan yang realistis, perancangan ulang pekerjaan, peningkatan keterlibatan
karyawan, perbaikan komunikasi organisasi dan penegakan program kesejahteraan
korporasi.
Sedangkan menurut Yusuf, pengelolaan stres disebut
juga dengan istilah coping.[13] Coping adalah proses mengelola tuntutan (internal atau eksternal)
yang ditaksir sebagai beban karena diluar kemampuan diri individu. Coping terdiri atas upaya-upaya yang
berorientasi kegiatan dan intrapsikis untuk mengelola tuntutan internal atau
eksternal dan konflik.
Faktor-faktor yang mempengaruhi coping
sebagai upaya mereduksi atau mengatasi stres adalah dukungan sosial dan
kepribadian. Karena dukungan sosial dapat diartikan sebagai pemberian bantuan
atau pertolongan terhadap seseorang yang mengalami stres dari orang lain yang
memiliki hubungan dekat. Sedangkan kepribadian seseorang tersebut juga sangat
berpengaruh dalam upaya coping ini.
Karena setiap individu mempunyai tipe dan karakteristik berbeda-beda.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar